BAB VIII
NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
A. Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
"Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah Negara
Kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah dan batas-batas dan hak-haknya
ditetapkan dengan Undang-Undang".
(Pasal 25A UUD 1945)
Peta Indonesia
Wilayah negara merupakan daerah atau lingkungan yang menunjukkan
batas batas suatu negara, dimana dalam wilayah tersebut negara dapat
melaksanakan kekuasaanya, menjadi tempat berlindung bagi rakyat sekaligus
sebagai tempat untuk mengorganisir dan menyelenggarakan pemerintahannnya.
B. Macam – macam Wilayah Negara
Wilayah negara mencakup:
1.
Daratan
Penentuan batas-batas suatu wilayah daratan, baik yang mencakup
dua negara atau lebih, pada umumnya berbentuk perjanjian atau traktat.
Misalnya:
·
Traktat
antara Belanda dan Inggris pada tanggal 20 Juli 1891 menentukan batas
wilayah Hindia Belanda di Pulau Kalimantan.
·
Perjanjian
antara Republik Indonesia dan Australia mengenai garis-garis batas
tertentu dengan Papua Nugini yang ditandatangani pada tanggal 12 Februari
1973.
2.
Lautan
Pada awalnya, ada dua konsepsi (pandangan) pokok mengenai wilayah
lautan, yaitu res nullius dan res communis.
·
Res nullius adalah konsepsi yang menyatakan bahwa laut itu dapat diambil
dan dimiliki oleh masing-masing negara. Konsepsi ini dikem-bangkan oleh
John Sheldon (1584 - 1654) dari Inggris dalam buku Mare Clausum atau The
Right and Dominion of The Sea.
·
Res
communis adalah konsepsi yang
beranggapan bahwa laut itu adalah milik masyarakat dunia sehingga tidak
dapat diambil atau dimiliki oleh masing-masing negara. Konsepsi ini
kemudian dikembangkan oleh Hugo de Groot (Grotius) dari Belanda pada tahun
1608 dalarn buku Mare Liberum (Laut Bebas). Karena konsepsi inilah,
kemudian Grotius di anggap sebagai bapak hukum internasional.
Dewasa ini, masalah wilayah lautan telah memperoleh dasar hukum
yaitu Konferensi Hukum Laut Internasional III tahun 1982 yang
diselenggarakan oleh PBB atau United Nations Conference on The Law of
The Sea (UNCLOS) di Jamaica. Konferensi PBB itu ditandatangani oleh
119 peserta dari 117 negara dan 2 organisasi kebangsaan di dunia tanggal 10
Desember 1982.
Dalam
bentuk traktat multilateral, batas-batas laut terinci sebagai berikut :
a. Batas Laut Teritorial
Setiap negara mempunyai kedaulatan atas laut teritorial yang
jaraknya sampai 12 mil laut, diukur dari garis lurus yang ditarik dari
pantai.
b. Batas Zona Bersebelahan
Sejauh 12 mil laut di luar batas laut teritorial atau 24 mil dari
pantai adalah batas zona bersebelahan. Di dalam wilayah ini negara pantai
dapat mengambil tindakan dan menghukum pihak-pihak yang melanggar
undang-undang bea-cukai, fiskal, imigrasi, dan ketertiban negara.
c. Batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
ZEE adalah wilayah laut dari suatu negara pantai yang batasnya 200
mil laut diukur dari pantai. Di dalam wilayah ini, negara pantai yang
bersangkutan berhak menggali kekayaan alam lautan serta melakukan kegiatan
ekonomi tertentu.
Negara lain bebas berlayar atau terbang di atas wilayah itu,
serta bebas pula memasang kabel dan pipa di bawah lautan itu. Negara
pantai yang bersangkutan berhak menangkap nelayan asing yang kedapatan
menangkap ikan dalam ZEE-nya.
d. Batas Landas Benua
Landas benua adalah wilayah lautan suatu negara yang lebih dari
200 mil laut. Dalam wilayah ini negara pantai boleh mengadakan eksplorasi
dan eksploitasi, dengan kewajiban membagi keuntungan dengan masyarakat
internasional.
3.
Udara
Pada saat ini, belum ada kesepakatan di
forum internasional mengenai kedaulatan di ruang udara. Pasal 1 Konvensi
Paris 1919 yang kemudian diganti oleh pasal 1 Konvensi Chicago 1944
menyatakan bahwa setiap negara mempunyai kedaulatan yang utuh dan eksklusif
di ruang udara di atas wilayahnya.
Mengenai ruang udara (air space), di
kalangan para ahli masih terjadi silang pendapat karena berkaitan dengan
batas jarak ketinggian di ruang udara yang sulit diukur. Sebagai contoh,
Indonesia, menurut Undang-undang No. 20 Tahun 1982 menyatakan bahwa
wilayah kedaulatan dirgantara yang termasuk orbit geo-stationer
adalah 35.761 km. Sebagai acuan, berikut ini akan dikemukakan
beberapa pendapat para ahli mengenai batas wilayah udara sebagai berikut;
a. Lee
Lee berpendapat bahwa lapisan atmosfir dalam jarak tembak meriam
yang dipasang di darat dianggap sama dengan udara teritorial negara. Di
luar jarak tembak itu, harus dinyatakan sebagai udara bebas, dalam arti
dapat dilalui oleh semua pesawat udara negara mana pun.
b. Van Holzen Dorf
Holzen menyatakan bahwa ketinggian ruang
udara adalah 1.000 meter dari titik permukaan bumi yang tertinggi.
c. Henrich's
Menyatakan bahwa negara dapat berdaulat di ruang atmosfir selama
masih terdapat gas atau partikel-partikel udara atau pada ketinggian 196
mil. Di luar atmosfir, negara sudah tidak lagi mempunyai kedaulatan.
Di samping pendapat para ahli tentang
batas wilayah udara ada beberapa teori tentang konsepsi wiiayah udara yang
dikenal pada saat ini.
Teori-teori
tersebut adalah sebagai berikut;
A. Teori Udara Bebas (Air Freedom Theory)
Penganut teori ini terbagi dalam dua aliran, yaitu kebebasan ruang
udara tanpa batas dan kebebasan udara terbatas.
a)
Kebebasan
ruang udara tanpa batas. Menurut aiiran ini, ruang udara itu bebas dan
dapat digunakan oleh siapa pun. Tidak ada riegara yang mempunyai hak dan
kedaulatan di ruang udara,
b)
Kebebasan
udara terbatas, terbagi menjadi dua. Hasil sidang Institute de
Droit International pada sidangnya di Gent (1906), Verona (1910) dan
Madrid (1911) yaitu
·
Setiap
negara berhak mengambil tindakan tertentu untuk memeiihara keamanan dan
keselamatannya.
·
Negara
kolong (negara bawah, subjacent state) hanya mempunyai hak
terhadap wilayah / zona teritorial.
B. Teori Negara Berdaulat di Udara (The Air Sovereignity)
Ada beberapa teori yang menyatakan bahwa kedaulatan suatu negara
harus terbatas.
·
Teori Keamanan. Teori ini
menyatakan bahwa suatu negara mempunyai kedaulatan atas wilayah udaranya
sampai yang diperlukan untuk menjaga keamanannya. Teori ini dikemukakan
oleh Fauchille pada tahun 1901 yang menetapkan ketinggian wiiayah udara
adalah 1.500 m. Namun pada tahun 1910 ketinggian itu diturunkan menjadi
500 m.
·
Teori Pengawasan Cooper (Cooper's Control Theory). Menurut Cooper (1951), Kedaulatan negara ditentukan oleh
kemampuan negara yang bersangkutan untuk mengawasi ruang udara yang ada di
atas wilayahnya secara fisik dan ilmiah,
·
Teori Udara (Schacter). Menurut teori ini, wiiayah udara itu haruslah sampai
suatu ketinggian di mana udara masih cukup mampu mengangkat (mengapungkan)
balon dan pesawat udara.
4.
Daerah Ekstrateritorial
Daerah Ekstrateritorial adalah daerah atau wilayah kekuasaan hukum
suatu negara yang berada dalam wilayah kekuasaan hukum Negara
lain. Berdasarkan hukum internasional yang mengacu pada hasil Reglemen
dalam Kongres Wina tahun 1815 dan Kongres Aachen tahun 1818, pada
perwakilan diplomatik setiap negara terdapat daerah ekstrateritorial.
Di daerah ekstrateritorial berlaku larangan bagi alat negara,
seperti polisi dan pejabat kehakiman, untuk masuk tanpa izin resmi pihak
kedutaan. Daerah itu juga bebas dari pengawasan dan sensor terhadap setiap
kegiatan yang ada dan selama di dalam wilayah perwakilan tersebut.
Daerah ekstrateritorial dapat juga diberlakukan pada kapal-kapal
laut yang berlayar di laut terbuka di bawah bendera suatu negara tertentu.
C. Batas Wilayah Negara
Penentuan batas wilayah negara, baik yang berupa daratan dan atau
lautan (perairan), lazim dibuat dalam bentuk perjanjian (traktat)
bilateral serta multilateral. Batas antara satu negara dengan negara lain
dapat berupa batas alam (sungai, danau, pegunungan, atau lembah) dan batas
buatan, misalnya pagar tembok, pagar kawat berduri, dan tiang-tiang tembok.
Ada juga negara yang menggunakan batas menurut geofisika
berupa garis lintang. Batas suatu wilayah negara yang jelas sangat penting
artinya bagi keamanan dan kedaulatan suatu negara dalam segala bentuknya.
Kepentingan itu juga berkaitan dengan pemanfaatan kekayaan alam, baik di
darat maupun di laut, pengaturan penyelenggaraan pemerintahan negara, dan
pemberian status orang-orang yang ada di dalam negara bersangkutan.
Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai perbatasan darat
dengan 3 (tiga) negara tetangga (Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste)
serta 11 perbatasan laut dengan negara tetangga (India, Thailand,
Malaysia, Singapura, Vietnam, Philipina, Palau, Federal State
of Micronesia, Papua Nugini, Timor Leste dan Australia).
Adapun perbatasan udara mengikuti perbatasan darat dan perbatasan
teritorial laut antar negara. Hingga saat ini penetapan batas dengan
negara tetangga masih belum semua dapat diselesaikan. Permasalahan
penetapan perbatasan negara saat ini masih ada yang secara intensif
sedang dirundingkan dan masih ada yang belum dirundingkan. Kondisi situasi
demikian menjadi suatu bentuk ancaman, tantangan, hambatan yang dapat
mengganggu kedaulatan hak berdaulat NKRI.
Permasalahan perbatasan yang muncul dari luar (eksternal) adalah:
adanya berbagai pelanggaran wilayah darat, wilayah laut dan wilayah udara
kedaulatan NKRI. Disini rawan terjadi kegiatan illegal seperti:
1.
illegal logging,
2.
illegal
fishing,
3.
illegal
trading,
4.
illegal
traficking dan
5.
trans-national
crime
Hal tersebut merupakan bentuk ancaman faktual disekitar perbatasan
yang akan dapat berubah menjadi ancaman potensial apabila pemerintah
kurang bijak dalam menangani permasalahan tersebut.
Sedangkan permasalahan perbatasan yang muncul dari dalam
(internal) adalah: tingkat kesejahteraan dan tingkat pendidikan SDM yang
masih rendah, kurangnya sarana prasarana infrastruktur dan lain-lain
sehingga dapat mengakibatkan kerawanan dan pengaruh dari negara tetangga.
Perbatasan negara merupakan manifestasi dari kedaulatan wilayah
suatu negara, dan mempunyai peranan penting dalam penentuan batas wilayah
kedaulatan, pemanfaatan sumber kekayaan alam, menjaga keamanan dan
keutuhan wilayah. Idealnya wilayah perbatasan juga sekaligus berfungsi
sebagai “frontier” atau sebagai wilayah yang dapat untuk
memperluas pengaruh (sphere of influence) dalam bidang politik,
ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan terhadap negara-negara
disekitarnya, sehingga pembangunan wilayah perbatasan merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang meliputi semua aspek
kehidupan.Oleh karena itu wilayah perbatasan bukan merupakan bidang masalah
tunggal tetapi merupakan masalah multidemensi yang memerlukan dukungan
politik nasional
Untuk mengatasinya. Kementerian
Luar Negeri sebagai ujung tombak pemerintah bagi penyelesaian
batas wilayah dengan negara-negara tetangga, bersama dengan
kementerian-kementerian dan lembaga terkait lainnya turut serta merumuskan
kebijakan dan hal-hal teknis yang diperlukan untuk menghadapi
perundingan-perundingan dengan negara-negara tetangga.
Selain itu, pemerintah telah berupaya untuk menggunakan
diplomasi dan perundingan yang lebih baik bagi penyelesaian batas wilayah
yang belum tuntas dengan negara-negara tetangga, dan upaya tersebut juga
untuk mencegah terjadinya ketegangan di batas wilayah negara.
Untuk itu, masalah perbatasan hanya bisa diselesaikan oleh
negara-negara tersebut yang terkait langsung dengan kepentingannya,
sehingga permasalahan batas wilayah tidak bisa diselesaikan oleh salah
satu negara saja tetapi melibatkan negara-negara lainnya. Dengan demikian
setiap ada permasalahan terkait masalah batas wilayah negara diharapkan
dapat diselesaikan dengan cara diplomasi atau perundingan-perundingan
walaupun membutuhkan waktu yang relatif lama.
Konsepsi
Negara Kesatuan Republik Indonesia
Konsepsi negara kepulauan diterima oleh masyarakat internasional
dan dimasukan kedalam UNCLOS III 1982, terutama pada pasal 46. Dalam pasal
tersebut, disebutkan bahwa, “Negara Kepulauan” berarti suatu Negara yang
seluruhnya terdiri dari satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup
pulau-pulau lain”. Sedangkan pengertian kepulauan disebutkan sebagai, “
kepulauan” berarti suatu gugusan pulau, termasuk bagian pulau, perairan
diantaranya dan lain-lain wujud alamiah yang hubungannya satu sama lainnya
demikian eratnya sehingga pulau-pulau, perairan dan wujud alamiah lainnya itu
merupakan suatu kesatuan geografi, ekonomi dan politik yang hakiki, atau yang
secara historis diangap sebagai demikian.” Dan dalam sejarah hukum laut
Indonesia sudah dijelaskan dalam deklarasi Juanda 1957, yaitu pernyataan
Wilayah Perairan Indonesia:
“Segala perairan di sekitar, diantara dan yang menghubungkan
pulau-pulau atau bagian pulau-pulau yang termasuk daratan negara RI dengan
tidak memandang luas atau lebarnya adalah bagian-bagian yang wajar daripada
wilayah daratan RI dan dengan demikian merupakan bagian daripada perairan
nasional yang berada dibawah kedaulatan mutlak daripada negara RI”.
Sedangkan dalam pasal 1 ayat 1 UU No. 6 Tahun 1996 Tentang Perairan
Indonesia disebutkan bahwa, “Negara Kepulauan adalah negara yang
seluruhnya terdiri dari satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup
pulau-pulau lain.” Sementara itu, dimasukannya poin-poin negara kepulauan dalam
Bab IV Konvensi Hukum Laut 1982 yang berisi 9 pasal, yang berisi antara lain:
Ketentuan-ketentuan tentang negara-negara kepulauan, garis-garis pangkal lurus
kepulauan, status hukum dari perairan kepulauan, penetapan perairan pedalaman,
dalam perairan kepulauan, hak lintas damai melalui perairan kepulauan, hak
lintas alur-alur laut kepulauan, hak dan kewajiban kapal dan pesawat udara
asing dalam pelaksanan hak lintas alur-alur laut kepulauan.
Pengaturan dalam Bab IV Konvensi Hukum Laut 1982 dimulai dengan
penggunaan istilah negara kepulauan (archipelagic state). Pada pasal 46
butir (a) disebutkan bahwa, “negara kepulauan adalah suatu negara yang
seluruhnya terdiri satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau
lain (pasal 46 butir (a). Maksud dari pasal 46 butir (a) tersebut adalah,
secara yuridis, pengertian negara kepulauan akan berbeda artinya dengan
definisi negara yang secara geografis wilayahnya berbentuk kepulauan.
Hal ini dikarenakan, dalam
pasal 46 butir (b) disebutkan bahwa kepulauan adalah suatu gugusan pulau-pulau,
termasuk bagian pulau, perairan diantaranya dan lain-lain wujud alamiah yang
hubungannya satu sama lainnya demikian erat sehingga pulau-pulau, perairan, dan
wujud alamiah lainnya itu merupakan suatui kesatuan geografis, ekonomi dan
politik yang hakiki atau yang secara historis dianggap sebagai demikian. Dengan
kata lain, pasal 46 ini membedakan pengertian yuridis antara negara kepulauan
(archipelagic state) dengan kepulauan (archipelago) itu sendiri (Agoes 2004).
Indonesia menuangkan Konsepsi Negara Kepulauan dalam amandemen ke
2 UUD 1945 Bab IXA tentang wilayah negara. Pada pasal 25 A berbunyi ” Negara
Kesatuan RI adalah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan
wilayah-wilayah yang batas-batasnya dan hak-haknya ditetapkan dengan
undang-undang”. Selain itu, dalam pasal 2 Undang-Undang No 6 tahun 1996 tentang
Perairan indonesia, pemerintah Indonesia secara tegas menyatakan bahwa negara
RI adalah negara kepulauan.
Sebagaimana yang disyaratkan oleh pasal 46 Konvesni Hukum laut PBB
1982, tidak semua negara yang wilayahya terdiri dari kumpulan pulau-pulau dapat
di anggap sebagai negara kepulauan. Dari peraturan peundang-undangan nasional
yang dikumpulkan oleh UN-DOALOS ada 19 negara yang menetapkan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan negara kepulauan, yaitu; Antigua dan
Barbuda, Bahama, Komoro, Cape Verde, Fiji, Filipina, Indonesia, Jamaika,
Kiribati, Maldives, Kepulauan Marshall, PNG, Kepulauan Solomon, Saint Vincent
dan Grenadines, Sao Tome dan Principe, Seychelles, Trinidad dan Tobago, Tuvalu,
dan Vanuatu (Agoes 2004).
Selanjutnya dalam peraturan pelaksanannya, pemerintah RI
mengeluarkan PP No 38 tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis titik-titik
garis pangkal kepulauan Indonesia. Pada pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa
pemerintah menarik garis pangkal kepulauan untuk menetapkan lebar laut teritorial.
Sedangkan penarikan garis pangkal kepulauan dilakukan dengan menggunakan; garis
pangkal lurus kepulauan, garis pangkal biasa garis pangkal lurus, garis penutup
teluk, garis penutup muara sungai, terusan dan kuala, serta garis penutup pada
pelabuhan.
Namun kepemilikan Indonesia terhadap pulau-pulau kecil, khususnya
pulau-pulau terluar yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, masih
menyisakan permasalahan. Kalahnya pulau Sipadan dan Ligitan oleh Malaysia telah
mamberikan pelajaran kepada Indonesia dimuka Internasional.
Hal ini mencerminkan bahwa pemerintah RI hanya sekedar memilki
tanpa mempunyai kemampuan untuk menguasai dan memberdayakannya. Berkaca dari
maraknya potensi konflik dipulau-pulau kecil terluar, pemerintah Indonesia
mengeluarkan Perpres No 78 Tahun 2005 tentang pengelolaan pulau-pulau kecil
terluar. Perpres tersebut bertujuan untuk:
1.
Menjaga
keutuhan wilayah NKRI, keamanan nasional, pertahanan negara dan bangsa serta
menciptakan stabilitas kawasan.
2.
Memanfaatkan
sumberdaya alam dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan.
3.
Memberdayakan
masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan.
Pengelolaan pulau-pulau kecil terluar juga diharapkan dapat
mengatasi ancaman keamanan yang meliputi kejahatan transnasional penangkapan
ikan ilegal, penebangan kayu ilegal, perdagangan anak-anak dan perempuan
(trafficking), imigran gelap, penyelundupan manusia, penyelendupan senjata dan
bahan peledak, peredaran narkotika, pintu masuk terrorisme, serta potensi
konflik sosial dan politik. Hal ini penting agar kesaradaran untuk menjaga
pulau-pulau kecil diperbatasan tetap ada, dan pualu-pulau kecil diperbatasan
tidak dianggap sekedar halaman belakang.
BAB IX
GLOBALISASI
A. Pengertian dan Pentingnya Globalisasi bagi Indonesia
1. Pengertian
globalisasi
Sebelum
mengungkapkan apa itu globalisasi, cobalah kalian para siswa sekalian mengamati
segala sesuatu yang ada di sekitar kalian, pasti akan menemukan banyak hal.
Coba apa saja yang dapat kalian temukan. Bagus, kalian menemukan banyak orang
yang sudah menggunakan telepon genggam, atau bahkan kalian sendiri sudah
memegang telpon genggam ( handphone ). Di pasar atau swalayan kalin juga dapat
menemukan apel merah dari Washington, anggur merah, ada kelengkeng, Durian Bangkok,
semua itu didatangkan dari negara lain.
Jika kita telusuri
lebih jauh, semua gejala tersebut sesungguhnya menunjukkan bahwa masyarakat
tempat kita hidup tidak dapat dilepaskan dari pengaruh kehidupan yang ada di
sekitar kita yang lebih luas dan besar, yaitu masyarakat dunia. Dari gambaran
yang diungkap di muka, baik yang berkenaan dengan alat
komunisasi yang bernama telepon genggam, buah-buahan maupun berbagai jenis
makanan tersebut, menandakan bahwa sesungguhnya kita tidak dapat melepaskan
diri dari keterikatan dengan bangsa atau negara lain. Beredarnya berbagai
produk suatu negara di negara lain menandakan bahwa antara negara satu dengan
negara lain di dunia ini berada dalam hubungan saling ketergantungan.
Melalui
perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi apa yang terjadi di bagian lain dari
belahan dunia ini akan serta merta dapat diketahui oleh yang ada di belahan
dunia lainnya, atau bahkan apa yang dihasilkan oleh suatu negara
akan langsung sampai di negara lainnya.Dari berbagai gambaran di muka, tentunya
kalian dapat merumuskan, apa yang dimaksud dengan globalisasi.
Beberapa pengertian mengenai globalisasi
berikut ini.
a. Globaliasi dapat diartikan sebagai proses
masuknya ke ruang lingkup dunia.
b. Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa
Indonesia, merumuskan bahwa globalisasi adalah sebuah perubahan sosial, berupa
bertambahnya keterkaitan di antara dan elemen-elemennya yang terjadi akibat dan
perkembangan teknologi di bidang transportasi dan komunikasi yang memfasilitasi
pertukaran budaya dan ekonomi internasional.
c. Globalisasi adalah proses, di mana berbagai
peristiwa, keputusan dan kegiatan di belahan dunia yang satu dapat membawa
konsekuensi penting bagi berbagai individu dan masyarakat di belahan
dunia yang lain.
d. Globalisasi adalah proses meningkatnya aliran
barang, jasa, uang dan gagasan melintasi batas-batas negara.
e. Globalisasi adalah proses di mana perdagangan, informasi dan
budaya semakin bergerak melintasi batas negara.
f. Globalisasi adalah meningkatnya saling keterkaitan di antara
berbagai belahan dunia melalui terciptanya proses ekonomi, lingkungan,
politik, dan pertukaran kebudayaan.
g. Globalisasi merupakan gerakan menuju terciptanya pasar atau
kebijakan yang melintasi batas nasional.
Tugas :
Setelah
membaca berbagai peengertian tentang globalisasi, cobalah kalian coba sekali
lagi membuat pengertian tentang globalisasi secara bebas dengan menggunakan
kalimat kalian sendiri.
2. Globalisasi sebagai
Proses
Menurut Sartono Kartodirjo, proses
globalisasi sebenarnya merupakan gejala sejarah yang telah ada sejak jaman
prasejarah. Beberapa contoh antara lain bangsa-bangsa dari Asia ke Eropa, ke
Amerika, dari Asia ke Nusantara, dan lain-lain. Lebih lanjut Sartono
menyatakan, bahwa berdasarkan perspektif sejarah, Indonesia sebenarnya telah
lama mengalami proses globalisasi. Hal ini didasarkan pada kenyataan,
Indonewsia yang terletak pada pewrsimpangan agama besar dan unsur-unsur
peradaban dunia di masa lampau sesungguhnya tidak asing dalam menghadapi
pelbagai proses akulturasi sebagai dampak pengaruh peradaban dunia beserta
tradisi besarnya. Dalam hal ini secara relatif dapat dipakai istilah
globalisasi, meskipun dalam skala belum sebesar sekarang.
Menurut Sartono, peristiwa-peristiwa
dalam sejarah dunia yang meninggalkan proses globalisasi antara lain adalah :
a. Ekspansi Eropa dengan navigasi dan
perdagangan.
b. Revolusi industri yang mendorong pencarian
pasaran hasil industri.
c. Pertumbuhan kolonialisme dan imperialisme.
d. Pertumbuhan kapitalisme.
e. Pada masa pasca Perang Dunia II meningkatlah
telekomunikasi serta transportasi mesin jet.
Sekarang ini globalisasi berkembang dalam
skala yang luas, dan dipercepat oleh mengalirnya arus informasi secara
bebas.
3. Pentingnya
Globalisasi bagi Indonesia
Sebagai anggota
masyarakat dunia, Indonesia pasti tidak dapat mengisolasi diri dari pergaulan
internasional, dan tidak akan mengisolasi diri dari pergaulan internasional.
Andaikata isolasi diri itu terjadi, sudah dapat dipastikan Indonesia tidak akan
mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Ini artinya apa? Artinya tidak lain adalah
bahwa di dalam hubungan internasional terjadi apa yang dinamakan saling
ketergantungan antara negara satu dengan negara lainnya.
Globalisasi memang
sering digambarkan sebagai sebuah gejala ekonomi, terutama yang ditandai dengan
munculnya banyak perusahaan multinasional, yang beroperasi melintasi
batas-batas wilayah negara, dan ini mempengaruhi proses produksi dan penyebaran
tenaga kerja internasional. Namun sesungguhnya gambaran ini tidak sepenuhnya
benar, sebab selain faktor ekonomi, juga faktor politik, sosial dan budaya.
Semua unsur itu digerakkan oleh perkembangan informasi dan teknologi komunikasi
yang telah mampu meningkatkan kecepatan dan lingkup hubungan antar manusia di
seantero penjuru dunia.
Contoh yang masih
sangat aktual adalah, apa yang beberapa waktu yang lalu terjadi di Yogyakarta,
tepatnya peristiwa tanggal 27 Mei 2006, yaitu gempa bumi. Dalam waktu sekejap,
apa yang terjadi di Yogyakarta tersebut langsung dapat diketahui oleh hampir
seluruh manusia yang ada di dunia ini. Contoh lain adalah perebutan piala
dunia sepakbola yang baru saja berlalu yang diselenggarakan di Jerman. Hampis
semua mata yang ada dapat menyaksikan pertandingan tersebut tanpa langsung
datang ke Jerman.
Dari sedikit contoh
ini kita tahu, bahwa globalisasi sesungguhnya telah merambah ke segenap bidang
kehidupan kita.
Apa arti pentingnya globalisasi bagi
Indonesia?
Indonesia dapat
mengambil manfaat dari kemajuan-kemajuan yang telah dicapai oleh bangsa atau
negara lain, untuk diterapkan di Indonesia. Sudah barang tentu tidak semua
kemajuan yang dialami bangsa lain dapat langsung kita ambil atau kita tiru
begitu saja. Indonesia mestinya hanya akan mengambil kemajuan dari sisi
positifnya saja, baik itu kemajuan di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya,
maupun teknologi.
Tugas:
Cobalah kelas kalian bentuk kelompok-kelompok yang masing-masing
beranggotakan lima orang. Diskusikan dalam kelompok kalian hal-hal berikut ini:
a. Carilah kemajuan-kemajuan yang telah dicapai
oleh negara-negara tetangga kita maupun negara-negara maju di bidang :
1.
Politik.
2.
Ekonomi.
3.
Sosial.
4.
Budaya.
5.
Teknologi.
Dari contoh-contoh tersebut, coba
klasifikasikan, mana yang perlu diambil atau ditiru oleh bangsa Indonesia.
mana yang tidak perlu ditiru oleh bangsa Indonesia!
B. Politik Luar Negeri
dalam Hubungan Internasional di Era Global
1.
Arti Politik Luar Negeri
Tahukah kalian, apakah yang hendak
diperjuangkan atau dipertahankan oleh suatu negara dalam forum internasional ?
Jawabannya tidak lain adalah kepentingan
nasional.Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kepentingan nasional
merupakan kunci dalam politik luar negeri.
Apakah politik luar
negeri itu ? Secara sederhana politik luar negeri diartikan sebagai skema atau
pola dari cara dan tujuan secara terbuka dan tersembunyi dalam aksi negara
tertentu berhadapan dengan negara lain atau sekelompok negara lain.
Politik luar negeri merupakan perpaduan dari tujuan atau kepentingan nasional
dengan power dan kapabilitas (
kemampuan).
Politik luar negeri
adalah strategi dan taktik yang digunakan oleh suatu negara dalam hubungannya
dengan negara-negara lain. Dalam arti luas, politik luar negeri adalah pola
perilaku yang digunakan oleh suatu negara dalam hubungannya dengan
negara-negara lain. Dia berhubungan dengan proses pembuatan keputusan untuk
mengikuti pilihan jalan tertentu.
Menurut buku
Rencana Strategi Pelaksanaan Politik Luar Negeri RI (1984-1988), politik luar
negeri diartikan sebagai "suatu kebijaksanaan yang diambil oleh pemerintah
dalam rangka hubungannya dengan dunia internasional dalam usaha untuk mencapai
tujuan nasional. Melalui politik luar negeri, pemerintah memproyeksikan
kepentingan nasionalnya ke dalam masyarakat antar bangsa".
Dari uraian di muka
sesungguhnya dapat diketahui bahwa tujuan politik luar negeri adalah untuk
mewujudkan kepentingan nasional. Tujuan tersebut memuat gambaran mengenai
keadaan negara dimasa mendatang serta kondisi masa depan yang diinginkan.
Pelaksanaan politik
luar negeri diawali oleh penetapan kebijaksanaan dan keputusan dengan
mempertimbangkan pertimbangan-pertimbangan yang didasarkan pada faktor-faktor
nasional sebagai faktor internal serta faktor-faktor internasional sebagai
faktor eksternal.
- Politik Luar Negeri RI
a. Dasar Hukum
Dasar hukum pelaksanaan politik luar
negeri RI tergambarkan secara jelas di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
alinea I dan alinea IV. Alinea I menyatakan bahwa .…kemerdekaan ialah hak
segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan
karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan. Selanjutnya pada
alinea IV dinyatakan bahwa ….dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial …..
Dari dua kutipan di atas, jelaslah bahwa
politik luar negeri RI mempunyai landasan atau dasar hukum yang sangat kuat,
karena diatur di dalam Pembukaan UUD 1945.
b. Sejarah Kelahiran
Politik Luar Negeri RI yang Bebas Aktif
Sejarah kemerdekaan Republik Indonesia
diawali oleh berbagai peristiwa yang terjadi, baik di dalam maupun di luar
wilayah Indonesia sendiri (waktu itu Hindia Belanda). Di dalam, diawali dari
kesadaran bangsa Indonesia, bahwa perjuangan yang tidak terorganissasi akan mengalami
kegagalan. Itulah sebabnya sejak 1905 bangsa Indonesia mulai berjuang lewat
organisasi. Mula-mula lahirlah Serikat Dagang Islam, kemudian tahun 1908 (
tepatnya tanggal 20 Mei ) lahir Boedi Oetomo, dan ini dianggap sebagai awal
kebangkitan nasional. Sejak saat itu lahirlah berbagai organisasi, baik
organisasi sosial keagamaan maupun organisasi politik. Berbagai organisasi
tersebut, dalam perjuangannya ada yang menggunakan prinsip kooperatif dengan
penjajah Belanda, namun ada juga yang menggunakan prinsip non kooperatif.
Perjuangan lewat organisasi ini terus tetap dijalankan pada masa pendudukan
Jepang.
Sementara itu, peristiwa internasional
yang terjadi adalah meletusnya Perang Dunia II pada tahun 1939, yaitu antara
dua blok kekuatan. Kedua blok tersebut adalah negara-negara Poros dengan negara-negara Sekutu. Pada awal
peperangan kemenangan selalu diraih oleh pihak negara-negara Poros. Bagian dari
Perang Dunia II ini yang terjadi di Asia dikenal dengan sebutan Perang Asia Timur Raya atau Perang
Pasifik. Pada awalnya kemenangan Perang Asia Timur Raya ini ada di fihak
Jepang, sehingga dalam waktu yang sangat singkat Jepang dapat menguasai hampir
seluruh wilayah Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Kemenangan Jepang ini tidak berlangsung
lama, karena dalam perang Pasifik, angkatan perang Amerika Serikat di bawah
komando Jenderal Mc. Arthur dan Laksamana Chester Nimitz berhasil menggulung
angkatan perang Jepang ; sedangkan Laksamana Lord Louis Mountbatten menyerbu
Birma dari Barat, dan bergerak ke Asia Tenggara. Dari Saipan dan Okinawa, angkatan udara
Amerika Serikat membom kota-kota di Jepang. Pada tanggal 6 Agustus 1945 bom
pertama dijatuhkan di kota Hiroshima, sedangkan bom kedua dijatuhkan di kota
Nagasaki tanggal 9 Agustus 1945. Di antara kedua petistiwa pemboman tersebut
Uni Soviet menyatakan perang terhadap Jepang, yaitu pada tanggal 8 Agustus
1945. Berangkat dari pengeboman kedua kota itulah, akhirnya Jepang pada tanggal
15 Agustus 1945 menyatakan menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Dengan demikian
berakhirlah Perang Asia Timur Raya.
Dengan menyerahnya Jepang kepada Sekutu, maka
di Indonesia terjadi kekosongan kekuasan. Kesempatan ini digunakan oleh para
pemimpin bangsa Indonesia untuk mempersiapkan lebih matang kemerdekaannya. Dan
tepat pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia menyatakan diri sebagai
bangsa yang merdeka.
Perang Dunia II membawa perubahan
mendasar dalam situasi internasional, yaitu beralihnya pusat kekuasaan dunia
dari Eropa di satu pihak ke Amerika Serikat, dan di pihak lain ke Uni Soviet.
Sejak saat itu muncullah dua kekuatan raksasa dunia.
Kedua kekuatan raksasa tersebut mempunyai
sistem dan kepentingan yang berbeda, sehingga di antara keduanya terjadi
perselisihan pendapat. Perselisihan itu sesungguhnya telah terlihat pada masa-masa
menjelang berakhirnya Perang Dunia II, khususnya dalam menentukan nasib
negara-negara yang kalah perang. Perselisihan tersebut mencapai puncaknya
setelah berakhirnya Perang Dunia II. Perkembangan hubungan kedua negara
raksasa yang mewakili kedua blok yang ada dalam masa pasca perang dikenal
dengan nama Perang Dingin.
Dalam suasana Perang Dingin ini kedua
kekuatan raksasa tersebut berlomba-lomba menyusun dan mengembangkan
kemampuannnya di segala bidang kehidupan, baik bidang ekonomi, sosial, budaya,
politik maupun militer. Perkembangan lebih lanjut kedua negara raksasa
menyibakkan negara-negara yang ada di dunia ke dalam dua blok yang satu sama
lain saling bersaing dalam menanamkan pengaruhnya. Uni Soviet mulai menanamkan
pengaruh dan mengembangkan sayapnya ke Eropa Timur, RRC, Korea Utara dan
Vietnam.
Atas ekspansi Uni Soviet tersebut, Amerika
Serikat menjadi gusar. Ia sadar bahwa negara-negara Eropa serta benua lainnya
yang rusak akibat perang akan mudah dikuasai Uni Soviet lewat partai komunis
setempat. Untuk mencegah ekspansi tersebut, Amerika Serikat melakukan
serangkaian tindakan yang dituangkan ke dalam bentuk rencana bantuan ekonomi
yang dikenal dengan Marshall Plan. Dalam bidang pertahanan, Amerika
Serikat mengadakan berbagai aliansi militer, yaitu di Eropa Barat dengan NATO-nya, CENTO di Timur Tengah serta SEATO
di Asia Tenggara.
Sementara itu, untuk mengimbangi pakta
pertahanan yang dimotori Amerika Serikat, Uni Soviet pun membentuk pakta
pertahanan di Eropa Timur yang diberi nama Pakta Warsawa.
Pembagian dunia yang seolah-olah hanya
terdiri atas dua blok tersebut, masing-masing menuntut agar semua negara yang
ada di dunia menjatuhkan pilihannya kepada salah satu blok. Pilihan itu adalah
demikian ketatnya, sehingga sikap tidak pro sudah dianggap anti, sedangkan
sikap netral dikutuk .
Bagi pemerintah Indonesia pada awal
kemerdekaan, menghadapi keadaan seperti itu dengan keraguan. Meskipun amanat
alinea I dan aline IV Pembukaan UUD 1945 cukup jelas, namun karena keadaan yang
belum memungkinkan, maka belum mempunyai sikap yang tegas.
Perkembangan selanjutnya, Pemerintah Republik
Indonesia menghadapi berbagai kesulitan. Perundingan dengan Pemerintah Belanda
yang dihadiri oleh komisi Tiga Negara ( KTN ) dari PBB terputus, karena Belanda
menolak usul Critchly - Dubois; sementara oposisi dari Front Demokrasi
Rakyat ( FDR ) - PKI yang dipimpin oleh Muso semakin menghebat. FDR - PKI
mengusulkan, agar dalam meyikapi pertentangan antara Amerika Serikat dengan Uni
Soviet tersebut pihak Pemerintah RI memihak kepada Uni Soviet.
Untuk menanggapi sikap FDR - PKI tersebut
maka Wakil Presiden Mohammad Hatta yang waktu itu memimpin Kabinet Presidensiil
dalam memberikan keterangannya di depan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia
Pusat (BPKNIP) tanggal 2 September 1948 mengemukakan pernyataan yang merupakan
penjelasan pertama tentang politik luar negeri Republik Indonesia, yaitu
"Politik Bebas Aktif". Mohammad Hatta mengemukakan : …… mestikah kita
bangsa Indonesia, yang memperjuangkan kemerdekaan bangsa dan negara kita, hanya
harus memilih antara pro Rusia atau Pro Amerika? Apakah tak ada pendirian yang
harus kita ambil dalam mengejar cita-cita kita? Pemerintah berpendapat bahwa
pendirian yang harus kita ambil ialah supaya kita jangan menjadi objek dalam
pertarungan politik internasional, melainkan kita harus tetap menjadi subjek
yang menentukan sikap kita sendiri, berhak memperjuangkan tujuan kita sendiri,
yaitu Indonesia merdeka seluruhnya.
Selanjutnya Mohammad Hatta mengemukakan “ . .
. . Perjuangan kita harus diperjuangkan di atas dasar semboyan kita yang
lama : Percaya akan diri sendiri dan berjuang atas kesanggupan kita sendiri.
Ini tidak berarti bahwa kita tidak akan mengambil keuntungan dari pergolakan
politik internasional. Memang tiap-tiap politik untuk mencapai kedudukan negara
yang kuat ialah mempergunakan pertentangan internasional yang ada itu untuk
mencapai tujuan nasional. Belanda berbuat begitu, ya segala bangsa sebenarnya berbuat
semacam itu, apa sebab kita tidak akan melakukannya? Tiap-tiap orang di antara
kita tentu ada mempunyai simpati terhadap golongan ini atau golongan itu, akan
tetapi perjuangan bangsa tidak bisa dipecah dengan menurut simpati saja, tetapi
hendaknya didasarkan kepada realitas, kepada kepentingan negara kita setiap
waktu.”
"…..Jika perjuangan ini ditinjau dari
jurusan komunisme, memang benar pendirian bahwa segala-galanya didasarkan
kepada politik Soviet Rusia. Bagi seorang komunis, Soviet Rusia adalah modal
untuk mencapai segala cita-citanya, karena dengan Soviet Rusia bangun atau
jatuhnya perjuangan komunisme. Soviet Rusia adalah pelopor dalam
menyelenggarakan idealnya, sebab itu diutamakannya. Kalau perlu untuk
memperkuat kedudukan Soviet Rusia, segala kepentingan di luar Soviet Rusia
dikorbankan, terhitung juga kepentingan kemerdekaan negara-negara jajahan,
sebagaimana terjadi pada tahun 1935 dan seterusnya. Sebab menurut pendapat
mereka, apabila Soviet Rusia yang dibantu tadi sudah mencapai kemenangannya
dalam pertempurannya dengan imperialisme, kemerdekaan itu akan datang dengan
sendirinya.
Tidak demikian pendirian seorang nasionalis,
sekalipun pandangan kemasyarakatannya berdasarkan sosialisme. Dari jurusan
politik nasional kemerdekaan itulah yang terutama, sehingga segala tujuan
dibulatkan kepada perjuangan mencapai kemerdekaan. Perhitungan yang terutama
ialah, betapa aku akan mencapai kemerdekaan bangsaku selekas-lekasnya. Dan
dengan sendirinya perjuangannya itu mengambil dasar lain daripada perjuangan
yang dianjurkan oleh seorang komunis. Kemerdekaan nasional terutama, siasat
perjuangan disesuaikan dengan keadaaan. Oleh karena itu tidak dengan sendirinya
ia memilih antara dua aliran yang bertentangan. Betapa juga besar simpatinya
kepada aliran yang lebih dekat padanya, ia tetap memilih langkah sendiri dalam
menghadapi soal-soal kemerdekaan.
Sebagai bangsa yang baru kita mempunyai
banyak kelemahan dibandingkan dengan dua raksasa, Amerika Serikat dan Soviet
Rusia, menurut anggapan pemerintah kita harus tetap mendasarkan perjuangan kita
dengan adagium: percaya kepada diri dan berjuang atas tenaga dan
kesanggupan yang ada pada kita”.
Keterangan Wakil Presiden dihadapan sidang
BPKNIP sama sekali tidak menyebutkan atau menggunakan kata-kata politik
bebas aktif. Namun makna bebas aktif dapat disimak dari judul
keterangannya "Mendayung antara Dua Karang " yang artinya tidak
lain dari politik bebas aktif. Mendayung sama artinya dengan upaya ( aktif ),
dan "diantara dua karang" adalah tidak terikat oleh dua kekuatan
adikuasa yang ada ( bebas )
Tugas!
Tugas kalian adalah mendiskusikan dalam kelompok hal berikut ini : Apa yang
melatarbelakangi Bung Hatta menyampaikan keterangan di depan BPKNIP tanggal 2
September l948 dengan judul “Mendayung di antara Dua Karang”.
Politik luar negeri yang bebas dan aktif
sebagaimana telah dicanangkan oleh Mohammad Hatta dalam perjalanan sejarah
bangsa Indonesia terus mengalami perkembangan. Kabinet Natsir, pada bulan
September 1950 memberi keterangan di depan Parlemen, dengan meninjau politik
luar negeri dari segi pertentangan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet.
Dalam keterangan tersebut antara lain
disebutkan: Antara dua kekuasaan yang timbul, telah muncul persaingan atas
dasar pertentangan ideologi dan haluan yang semakin meruncing. Kedua belah
pihak sedang mencari dan mendapatkan kawan atau sekutu, membentuk golongan atau
blok: Blok Barat dan Blok Timur.
Dengan demikian pertentangan paham dan haluan
makin meluas dan mendalam, sehingga menimbulkan keadaan perang dingin dan dikuatirkan
sewaktu-waktu akan menyebabkan perang di daerah perbatasan antara dua pengaruh
kekuasaan itu. Dalam keadaan yang berbahaya itu Indonesia telah memutuskan
untuk melaksanakan politik luar negeri yang bebas. Dalam menjalankan politik
yang bebas itu kepentingan rakyatlah yang menjadi pedomannya, di samping itu
pemerintah akan berusaha untuk membantu tiap-tiap usaha untuk mengembalikan
perdamaian dunia, tanpa jadi politik oportunis yang hanya didasarkan
perhitungan laba dan rugi, dan tidak berdasarkan cita-cita luhur.
Keterangan Kabinet Natsir tersebut
mempertegas apa yang telah diungkapkan oleh Hatta pada tanggal 2 September
1948. Meskipun pada keterangan tersebut hanya dikemukakan politik luar negeri
yang bebas, namun keterangan di belakang kata politik luar negeri yang bebas
tersebut sesungguhnya mengandung makna aktif (…….. pemerintah akan
berusaha untuk membantu tiap-tiap usaha untuk mengembalikan perdamaian dunia
….).
Selanjutnya Kabinet Sukiman pada bulan Mei
1951 juga memberikan keterangan di muka parlemen, yang antara lain mengatakan :
Politik luar negeri RI tetap berdasarkan Pancasila, pandangan hidup bangsa yang
menghendaki perdamaian dunia. Pemerintah akan memelihara hubungan persahabatan
dengan setiap negara dan bangsa yang menganggap Indonesia sebagai negara dan
bangsa bersahabat, berdasarkan harga menghargai, hormat menghormati. Berhubung
dengan adanya ketegangan politik, yaitu antara Blok Uni Soviet dan Blok Amerika
Serikat, maka pemerintah Indonesia tidak akan menambah ketegangan itu dengan
turut campur dalam perang dingin yang merajalela antara dua blok itu. Atas
pendirian di muka, maka Republik Indonesia sebagai anggota Perserikatan
Bangsa-Bangsa ( PBB ) tentu menggunakan forum PBB tersebut untuk membela
cita-cita perdamaian dunia.
Pada bulan Mei 1952 Kabinet Wilopo
menerangkan kepada Parlemen antara lain : …..asal mulanya pemerintah menyatakan
sikap bebas dalam perhubungan luar negeri, ialah untuk menegaskan bahwa
berhadapan dengan kenyataan adanya dua aliran bertentangan dalam kalangan internasional
yang mewujudkan dua blok yaitu Blok Barat dengan Amerika Serikat dan
sekutu-sekutunya dan Blok Timur dengan Uni Soviet dan teman-temannya.
Republik Indonesia bersifat bebas dengan makna :
a.
Tidak
memilih salah satu pihak untuk selamanya dengan mengikat diri kepada salah satu
blok dalam pertentangan itu, dan
b.
Tidak
mengikat diri untuk selamanya; akan tidak campur tangan atau bersifat netral
dalam tiap-tiap peristiwa yang terbit dari pertentangan antara dua blok itu
tadi.
Demikianlah penegasan demi penegasan
mengenai politik luar negeri Republik Indonesia. Namun di dalam perjalanan
sejarahnya, ternyata politik luar negeri yang bebas aktif tersebut mengalami
penyimpangan, yaitu pada masa pemerintah Orde lama (1960-1965). Pada masa
tersebut Republik Indonesia semakin terikat pada blok komunis, sedangkan
negara-negara blok barat dimusuhi dan dicap sebagai "nekolim",
kolonialisme-imperialisme gaya baru. Persahabatan dan perdamaian di dunia
menjadi berkonfrontasi dengan negara serumpun mengganyang Malaysia. Pada masa
Orde Lama itu muncullah apa yang dikenal dengan nama poros Jakarta - Pnom Penh
- Hanoi - Peking - Pyongyang, dan berakhir pada klimaksnya peristiwa
pemberontakan komunis dengan G. 30.S / PKI nya pada tanggal 30 September
1965.
c. Politik Luar Negeri Bebas
Aktif pada Masa Orde Baru
Meletusnya pemberontakan
G.30.S/PKI menimbulkan banyak korban, terutama korban jiwa. Akibatnya muncullah
berbagai tuntutan yang disponsosri oleh berbagai kesatuan aksi dengan
tuntutannya yang terkenal "TRITURA" (Tri Tuntutan Rakyat ), yaitu
bubarkan PKI, turunkan harga dan reshuffle
kabinet.
Tuntutan pertama dapat dipenuhi pada
tanggal 12 Maret 1966. Dan segera setelah itu pada bulan Juni sampai Juli 1966
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (setelah anggota-anggotanya
diperbarui) menyelenggarakan sidang umum dengan menghasilkan sebanyak 24
ketetapan. Salah satu ketetapan MPRS tersebut adalah ketetapan No.XII/MPRS/1966
tentang Penegasan Kembali Landasan Kebijaksanaan Politik Luar Negeri RI.
Di dalam ketetapan tersebut antara lain diatur hal-hal sebagai
berikut :
1)
Bebas-aktif,
anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya
danikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial.
2)
Mengabdi
kepada kepentingan nasional dan Amanat Penderitaan Rakyat.
Politik
Luar Negeri Bebas Aktif bertujuan :
Mempertahankan kebebasan Indonesia terhadap imperialis dan
kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya dan menegakkan ketiga segi
kerangka tujuan Revolusi, yaitu :
1)
Pembentukan
satu Negara Republik Indonesia yang berbentuk Negara Kesatuan dan Negara
Kebangsaan yang demokratis, dengan wilayah kekuasaan dari Sabang sampai ke
Merauke.
2)
Pembentukan
satu masyarakat yang adil dan makmur material dan spiritual dalam wadah Negara
Kesatuan Republik Indonesia itu.
3)
Pembentukan
satu persahabatan yang baik antara Republik Indonesia dan semua negara di
dunia, terutama sekali dengan negara-negara Afrika dan Asia atas dasar
bekerjasama membentuk satu dunia baru yang bersih dari imperialisme dan
kolonialisme menuju kepada perdamaian dunia yang sempurna.
Kemudian secara berturut-turut penegasan
politik luar negeri yang bebas-aktif oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat selalu
dipertegas dalam setiap kali menyelenggarakan sidang umum, baik Sidang Umum
1973, 1978, 1983, 1988, 1993, 1998 maupun dalam Sidang Umum MPR 1999. Penegasan
politik Luar Negeri Bebas-Aktif yang dituangkan di dalam Ketetapan MPR
No.IV/MPR/1973 Bab III huruf B Arah Pembangunan Jangka Panjang, di sana
ditegaskan: Dalam bidang politik luar negeri yang bebas aktif diusahakan
agar Indonesia terus dapat meningkatkan peranannya dalam memberikan
sumbangannya untuk turut serta menciptakan perdamaian dunia yang abadi, adil
dan sejahtera.
Rumusan tersebut dipertegas lagi pada
bab IVD (Arah dan Kebijaksanaan Pembangunan) huruf c bidang politik. Aparatur
Pemerintah, Hukum dan Hubungan Luar Negeri, di mana dalam hal hubungan luar
negeri diatur dalam hal-hal sebagai berikut:
1)
Terus
melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif dengan mengabdikannya kepada
Kepentingan Nasional, khususnya pembangunan ekonomi.
2)
Mengambil
langkah-langkah untuk memantapkan stabilitas wilayah Asia Tenggara dan Pasifik
Barat Daya, sehingga memungkinkan negara-negara di wilayah ini mampu mengurus
masa depannya sendiri melalui pengembangan ketahanan nasionalnya masing-masing,
serta memperkuat wadah dan kerjasama antara negara-negara Perhimpunan
Bangsa-Bangsa Asia Tenggara.
3)
Mengembangkan
kerjasama untuk maksud-maksud damai dengan semua negara dan badan-badan
internasional dan lebih meningkatkan peranannya dalam membantu bangsa-bangsa
yang sedang memperjuangkan kemerdekaannya tanpa mengorbankan Kepentingan dan
Kedaulatan Nasional.
d. Politik Luar Negeri Bebas
Aktif di Era Reformasi
Sidang Umum MPR 1999 juga kembali mempertegas politik luar negeri
ini. Dalam ketetapan MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN, Bab IV Arah Kebijakan,
huruf C angka 2 tentang Hubungan Luar Negeri, dirumuskan hal-hal sebagai
berikut:
1)
Menegaskan
arah politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif dan berorientasi pada
kepentingan nasional, menitik beratkan pada solidaritas antar negara
berkembang, mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa-bangsa, menolak penjajahan
dalam segala bentuk, serta meningkatkan kemandirian bangsa dan kerjasama
internasional bagi kesejahteraan rakyat.
2)
Dalam
melakukan perjanjian dan kerjasama internasional yang menyangkut kepentingan
dan hajat hidup rakyat banyak harus dengan persetujuan lembaga perwakilan
rakyat.
3)
Meningkatkan
kualitas dan kinerja aparatur luar negeri agar mampu melakukan diplomasi
pro-aktif dalam segala bidang untuk membangun citra positif Indonesia di dunia
internasional, memberikan perlindungan dan pembelaan terhadap warga negara dan
kepentingan Indonesia, serta memanfaatkan setiap peluang positif bagi
kepentingan nasional.
4)
Meningkatkan
kualitas diplomasi guna mempercepat pemulihan ekonomi dan pembangunan nasional,
melalui kerjasama ekonomi regional maupun internasional dalam rangka
stabilitas, kerjasama dan pembangunan kawasan.
5)
Meningkatkan
kesiapan Indonesia dalam segala bidang untuk menghadapi perdagangan bebas,
terutama dalam menyongsong pemberlakuan AFTA, APEC dan WTO.
6)
Memperluas
perjanjian ekstradisi dengan negara-negara sahabat serta memperlancar prosedur
diplomatik dalam upaya melaksanakan ekstradisi bagi penyelesaian perkara
pidana.
7)
Meningkatkan
kerjasama dalam segala bidang dengan negara tetangga yang berbatasan langsung
dan kerjasama kawasan ASEAN untuk memelihara stabilitas, pembangunan dan
kesejahteraan.
e. Ciri-ciri
Politik Bebas Aktif RI
Dalam berbagai uraian tentang politik Luar
Negeri yang bebas aktif , maka Bebas dan Aktif tersebut disebut sebagai sifat
politik luar negeri RI . Bahkan di belakang kata bebas dan aktif masih
ditambahkan dengan sifat-sifat yang lain, misalnya anti kolonialisme, anti
imperialisme.
Dalam dokumen Rencana Strategi Pelaksanaan
Politik Luar Negeri RI (1984-1989) yang telah ditetapkan oleh Menteri Luar
Negeri RI tanggal 19 Mei 1983, dijelaskan bahwa sifat Politik Luar Negeri
adalah: (1) bebas Aktif…. (2) Anti kolonialisme….. (3) Mengabdi kepada
Kepentingan Nasional dan……..(4) Demokratis.
Dalam risalah Politik Luar Negeri yang
disusun oleh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Masalah Luar
Negeri Departemen Luar Negeri, Suli Sulaiman ….yang disebut sifat politik luar
negeri hanya Bebas Aktif serta anti kolonialisme dan anti Imperialisme. Sementara M. Sabir lebih cenderung untuk
menggunakan istilah ciri-ciri dan sifat secara terpisah. Menurutnya, ciri atau
ciri-ciri khas biasanya disebut untuk sifat yang lebih permanen,
sedangkan kata sifat memberi arti sifat biasa yang dapat berubah-ubah. Dengan
demikian karena bebas dan aktif merupakan sifat yang melekat secara permanen
pada batang tubuh politik bebas aktif, penulis menggolongkannya sebagai
ciri-ciri politik bebas-aktif sedangkan Anti Kolonialisme dan Anti Imperialisme
menyebutnya sebagai sifat.
f. Pengertian
Politik Bebas Aktif RI
Sebagaimana telah diuraikan terdahulu,
rumusan yang ada pada alinea I dan alinea IV Pembukaan UUD 1945 merupakan dasar
hukum yang sangat kuat bagi politik luar negeri RI. Namun dari rumusan
tersebut, kita belum mendapatkan gambaran mengenai makna politik luar negeri
yang bebas aktif. Karena itu dalam uraian ini akan dikutip beberapa pendapat
mengenai pengertian bebas dan aktif .
A.W Wijaya merumuskan : Bebas, berarti tidak terikat oleh suatu ideologi atau oleh suatu
politik negara asing atau oleh blok negara - negara tertentu, atau
negara-negara adikuasa (super power). Aktif
artinya dengan sumbangan realistis giat mengembangkan kebebasan persahabatan
dan kerjasama internasional dengan menghormati kedaulatan negara lain.
Sementara itu Mochtar Kusumaatmaja merumuskan
bebas aktif sebagai
berikut:
·
Bebas : dalam pengertian bahwa Indonesia tdak
memihak pada kekuatan-kekuatan yang pada dasarnya tidak sesuai dengan
kepribadian bangsa sebagaimana dicerminkan dalam Pancasila.
·
Aktif : berarti bahwa di dalam menjalankan
kebijaksanaan luar negerinya, Indonesia tidak bersifat pasif-reaktif atas
kejadian-kejadian internasionalnya, melainkan bersifat aktif .
B.A Urbani menguraikan pengertian bebas
sebagai berikut : perkataan bebas dalam politik bebas aktif tersebut mengalir
dari kalimat yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai berikut : supaya
berkehidupan kebangsaan yang bebas. Jadi menurut pengertian ini, dapat diberi
definisi sebagai "berkebebasan politik untuk menentukan dan menyatakan
pendapat sendiri, terhadap tiap-tiap persoalan internasional sesuai dengan
nilainya masing-masing tanpa apriori memihak kepada suatu blok".
g. Tujuan
Politik Luar Negeri RI
Di dalam dokumen yang berhasil disusun
oleh pemerintah yang dituangkan di dalam Rencana Strategi Politik Luar negeri
RI (1984-1989) antara lain dinyatakan bahwa politik Luar negeri suatu negara
hakekatnya merupakan salah satu sarana untuk mencapai kepentingan nasional.
Sedangkan di Indonesia, jika dicermati, rumusan pokok kepentingan
nasional itu dapat dicari dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945, yaitu bahwa
bangsa Indonesia diamanatkan untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia
yang menyelenggarakan empat fungsi sebagai berikut :
1)
Fungsi Hankam; dalam hal ini adalah melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah Indonesia.
2)
Fungsi Ekonomi, yaitu memajukan kesejahteraan umum.
3)
Fungsi Sosial dan Budaya, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
4)
Fungsi Politik, yaitu pada rumusan kalimat……..ikut melaksanakan ketertiban
dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Keempat fungsi pokok tersebut sesungguhnya
sekaligus juga merupakan tujuan nasional bangsa Indonesia.
3. Peranan
Indonesia dalam Percaturan Internasional.
Kalian tentunya masih ingat apa sifat politik
luar negeri Indonesia. Bebas aktif kan? Dalam rangka mewujudkan politik luar
negeri yang bebas dan aktif itulah, maka Indonesia memainkan sejumlah peran
dalam percaturan internasional. Peran yang cukup menonjol yang dimainkan oleh
Indonesia adalah dalam rangka membantu mewujudkan pemeliharaan perdamaian dan
keamanan internasional. Dalam hal ini Indonesia sudah cukup banyak pengirimkan
Kontingen Garuda ( KONGA ) ke luar negeri. Sampai sekarang ini Indonesia telah
mengirimkan kontingen garudanya sampai dengan kontingen garuda yang ke duapuluh
( XX ).
Dan dalam waktu dekat akan segera dikirimkan
kontingen garuda ke Libanon, meskipun hal ini tidak disetujui oleh
Israel.Secara garis besar kontingen garuda yang telah dikirim ke luar negeri
secara berturut-turut adalah :
·
Konga I bertugas di Mesir, yang dikirim pada bulan Nopember l956,
dengan tugas mengamankan dan mengawasi genjatan senjata di Mesir.
·
Konga II dikirim pada bulan September l960 yang bertugas di Kongo. Tugas
ini diembannya sampai bulan Mei l961
·
Konga III dikirim ke Kongo pada bulan Desember l963 sampai
Agustus l964
·
Konga IV, Konga V dan Konga VII di kirim ke Vietnam, dan
bertugas mulai bulan Januari l974.
·
Konga VI, dikirim ke Sinai, Mesir, bertugas dari bulan Agustus
l973 sampai April l974.
·
Konga VIII, ke Sinai, Mesir, pada bulan September l974 .
·
Konga IX, ke Irak-Iran, pada bulan Agustus l988 sampai bulan Nopember
l990.
·
Konga X, ke Namibia, pada bulan Juni l989 sampai Maret l990.
·
Konga XI, ke perbatasan Irak-Kuwait, pada bulan April l991
sampai Nopember l991.
·
Konga XII, ke Kamboja, pada bulan Oktober l991 sampai Mei l993
·
Konga XIII, ke Somalia, pada bulan Juli l992 sampai April l993
·
Konga XIV, ke Bosnia Herzegovina, bulan Nopember l993 sampai Nopember
l995
·
Konga XV, ke Georgia, bulan Oktober l994 sampai Nopember l995
·
Konga XVI, ke Mozambik, tahun l994.
·
Konga XVII, ke Philipina, Oktober l994 sampai Nopember l994
·
Konga XVIII, ke Tajikistan, Nopember l997.
·
Konga XIX, yang terdiri atas XIX-1, XIX-2, XIX-3 dan XIX-4, bertugas
di Siera Leone, mulai l999 sampai 2002
·
Konga XX, bertugas di Republik Demokratik Kongo, tahun 2005
Selain pengiriman Kontingen Garuda, Indonesia
juga mempunyai sumbangan yang cukup berarti bagi penyelesaian sengketa yang terjadi
di Kamboja, dengan menyelenggarakan Pertemuan Informal Jakarta (Jakarta Informal Meeting) I dan
II.Indonesia juga pernah menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan, menjadi
anggota Badan Tenaga Atom Internasional. Salah seorang putra terbaik Indonesia
juga pernah memegang jabatan Presiden Majelis Umum PBB yaitu Adam Malik tahun
1971.
Indonesia juga menjadi sponsor dan sekaligus
tuan rumah diselenggarakannya Konferensi Asia Afrika di Bandung tahun l955;
menjadi salah satu sponsor lahirnya Gerakan Nonblok, juga sponsor lahirnya
organisasi regional Asia Tenggara “ASEAN”.
Apa yang diuraikan di muka adalah sejumlah
contoh yang menggambarkan bagaimana peranan Indonesia di dalam percaturan
internasional.
C. Dampak Globalisasi Terhadap Kehidupan Bermasyarakat,
Berbangsa dan bernegara
Sekarang ini kita sudah berada dalam era
globalisasi, tentu saja kita tidak akan dapat melepaskan diri dari globalisasi
ini. Sudah barang tentu globalisasi ini akan berdampak terhadap kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
1.
Dampak globalisasi ekonomi
Pada bagian awal telah diungkapkan selintas
bagaimana produk-produk negara lain memasuki pasar kita. Itu merupakan tanda
yang menunjukkan terjadinya globalisasi ekonomi. Globalisasi ekonomi ini
sesungguhnya didukung oleh sebuah kekuatan yang luar biasa hebatnya, yaitu apa
yang disebut liberalisme ekonomi, yang sering juga disebut kapitalisme pasar
bebas.
Kapitalisme adalah suatu sistem ekonomi yang
mengatur proses produksi dan pendistribusian barang dan jasa. Kapitalisme ini
mempunyai tiga ciri pokok, yaitu pertama, sebagian besar sarana produksi dan
distribusi dimiliki oleh individu;kedua, barang dan jasa diperdagangkan di
pasar bebas yang bersifat kompetitif; ketiga, modal diinvestasikan ke dalam
berbagai usaha untuk menghasilkan laba.
Bagi negara-negara berkembang, hal tersebut
jelas akan sangat merugikan, karena produk dalam negerinya tidak akan mampu
bersaing dengan produk negara maju.
Selain itu, bagi masyarakat, yang mengikuti
pola hidup yang konsumtif, akan langsung menggunakan apa saja yang datang dari
negara lain, karena barangkali itu yang dianggap paling baik, juga sebagai
pertanda sudah memasuki kehidupan yang modern.
Jika dilihat dari kacamata yang positif, maka
globalisasi akan mempunyai dampak yang menyenangkan, karena dengan globalisasi
di bidang ekonomi, orang akan secara mudah memperoleh barang konsumtif
yang dibutuhkan, membuka lapangan kerja bagi yang memiliki ketrampilan, dapat
mempermudah proses pembangunan industri, juga dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi nasional.
2.
Dampak Globalisasi sosial budaya
Dalam bidang sosial dan budaya, dampak
globalisasi antara lain adalah meningkatnya individualisme, perubahan pada pola
kerja, terjadinya pergeseran nilai kehidupan dalam masyarakat. Selain itu juga dapat mempercepat perubahan pola kehidupan bangsa.
3.
Dampak globalisasi politik
Dalam bidang politik, dampak globalisasi antara lain adalah dengan
perubahan sistem kepartaian yang dianut, sehingga memunculkan adanya partai
baru-partai baru; kesadaran akan perlunya jaminan perlindungan hak asasi
manusia, terjadinya perubahan sistem ketatanegaraan, pelaksanaan pemilihan umum
untuk anggota–anggota parlemen, pemilihan Presiden dan Wapres, Pemilihan
Gubernur dan Wagub serta pemilihan Bupati dan Wabup/ Walikota dan Wakil
Walikota yang dilaksanakan scara langsung.
Tugas :
a.
Carilah
sejumlah contoh dampak negatif dari globalisasi baik di bidang ekonomi,
sosial-budaya maupun politik.
b.
Bagaimanakah
penilaian kalian terhadap dampak-dampak negatif tersebut!
BAB X
PEMILU DAN PILKADA
Demokrasi
adalah suatu bentuk pemerintahan politik yang kekuasaan pemerintahannya berasal
dari rakyat, baik secara langsung (demokrasi langsung) atau melalui perwakilan
(demokrasi perwakilan). Istilah ini berasal dari bahasa Yunani δημοκρατία –
(dēmokratía) "kekuasaan rakyat", yang dibentuk dari kata δῆμος
(dêmos) "rakyat" dan κράτος (Kratos) "kekuasaan" Demokrasi
perwakilan adalah sebuah varietas demokrasi yang didirikan di atas dasar
prinsip sedikit orang yang dipilih untuk mewakili sekelompok orang yang lebih
banyak (sumber id.wikipedia.org)
Dalam
negara demokrasi, pemerintahan diselenggarakan dari, oleh, dan untuk rakyat.
Segala kekuasaan dan kewenangan pemerintah sesungguhnya berasal dari rakyat.
Pemerintah adalah orang-orang yang dipilih oleh rakyat. Oleh karena itu,
Pemerintah bertugas menjalankan roda pemerintahan untuk kepentingan rakyat.
Negara
kita pun menyelenggarakan pemerintahan dengan sistem yang demikian. Hal itu
ditunjukkan dengan adanya pemilihan wakil rakyat. Selain itu, negara kita juga
memiliki lembaga-lembaga perwakilan rakyat. Salah satu contoh lembaga
perwakilan rakyat adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Para wakil yang duduk
di DPR adalah orang-orang yang dipilih oleh rakyat secara langsung melalui
Pemilu. Selain itu, rakyat juga memilih Presiden dan wakil Presiden secara
langsung.
Komisi
Pemilihan Umum (KPU) adalah lembaga negara yang menyelenggarakan pemilihan umum
di Indonesia, yakni meliputi Pemilihan Umum Anggota DPR/DPD/DPRD, Pemilihan Umum
Presiden dan Wakil Presiden, serta Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah. Sebelum Pemilu 2004, KPU dapat terdiri dari anggota-anggota yang
merupakan anggota sebuah partai politik, namun setelah dikeluarkannya UU No.
4/2000 pada tahun 2000, maka diharuskan bahwa anggota KPU adalah non-partisan.
Untuk
menentukan wakil rakyat, negara kita menyelenggarakan Pemilihan Umum(pemilu)
yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Di negara kita ada 2 macam pemilu
yaitu Pemilu Legeslatif dan Pemilihan Presiden (pilpres).
1. Pemilu
Legislatif
Pemilu
Parlemen diselenggarakan untuk memilih wakil rakyat. Wakil rakyat ini terdiri
atas para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD),
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi (DPRD Provinsi), dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten/Kota (DPRD Kabupaten/Kota). Anggota DPR dan DPRD
berasal dari partai politik peserta Pemilu.
Sementara
itu, anggota DPD berbeda dari anggota DPR atau DPRD. Dewan Perwakilan Daerah
(DPD) tidak mewakili partai politik tertentu. DPD merupakan Wakil Daerah (Provinsi)
untuk memperjuangkan kepentingan daerah yang diwakilinya.
Dalam
sejarah Indonesia, Pemilu Legislatif telah dilaksanakan sebanyak sepuluh kali.
Pemilu,Legislatif pertama dilakukan pada tahun 1955. Artinya, sepuluh tahun
setelah merdeka, Indonesia baru menyelenggarakan Pemilu. Setelah itu, Pemilu
Legislatif tercatat dilaksanakan pada tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997,
1999, dan 2004, dan 2009.
Pemilu
1955
Pemilu
pertama dilangsungkan pada tahun 1955 dan bertujuan untuk memilih anggota
anggota DPR dan Konstituante. Pemilu ini seringkali disebut dengan Pemilu 1955,
dan dipersiapkan di bawah pemerintahan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo.
Namun, Ali Sastroamidjojo mengundurkan diri dan pada saat pemungutan suara,
kepala pemerintahan telah dipegang oleh Perdana Menteri Burhanuddin Harahap.
Sesuai tujuannya, Pemilu 1955 ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu:
- Tahap pertama adalah Pemilu untuk memilih anggota DPR. Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 29 September 1955, dan diikuti oleh 29 partai politik dan individu,
- Tahap kedua adalah Pemilu untuk memilih anggota Konstituante. Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 15 Desember 1955.
Lima
besar dalam Pemilu ini adalah Partai Nasional Indonesia, Masyumi, Nahdlatul
Ulama, Partai Komunis Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia.
Pemilu
1971
Pemilu
berikutnya diselenggarakan pada tahun 1971, tepatnya pada tanggal 3 Juli 1971.
Pemilu ini adalah Pemilu pertama setelah orde baru, dan diikuti oleh 9 Partai
politik dan 1 organisasi masyarakat.
Lima
besar dalam Pemilu ini adalah Golongan Karya, Nahdlatul Ulama, Parmusi, Partai
Nasional Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia. Pada tahun 1975,
melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar,
diadakanlah fusi (penggabungan) partai-partai politik, menjadi hanya dua partai
politik (yaitu Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia) dan
satu Golongan Karya.
Pemilu
1977-1997
Pemilu-Pemilu
berikutnya dilangsungkan pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
Pemilu-Pemilu ini diselenggarakan dibawah pemerintahan Presiden Soeharto.
Pemilu-Pemilu ini seringkali disebut dengan "Pemilu Orde Baru".
Sesuai peraturan Fusi Partai Politik tahun 1975, Pemilu-Pemilu tersebut hanya
diikuti dua partai politik dan satu Golongan Karya. Pemilu-Pemilu tersebut
kesemuanya dimenangkan oleh Golongan Karya.
Pemilu
1999
Pemilu
berikutnya, sekaligus Pemilu pertama setelah runtuhnya orde baru, yaitu Pemilu
1999 dilangsungkan pada tahun 1999 (tepatnya pada tanggal 7 Juni 1999) di bawah
pemerintahan Presiden BJ Habibie dan diikuti oleh 48 partai politik. Lima besar
Pemilu 1999 adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai
Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Amanat Nasional.
Walaupun
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan meraih suara terbanyak (dengan perolehan
suara sekitar 35 persen), yang diangkat menjadi presiden bukanlah calon dari
partai itu, yaitu Megawati Soekarnoputri, melainkan dari Partai Kebangkitan
Bangsa, yaitu Abdurrahman Wahid (Pada saat itu, Megawati hanya menjadi calon
presiden). Hal ini dimungkinkan untuk terjadi karena Pemilu 1999 hanya
bertujuan untuk memilih anggota MPR, DPR, dan DPRD, sementara pemilihan presiden
dan wakilnya dilakukan oleh anggota MPR.
Pemilu
2004
Pada
Pemilu 2004, selain memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota, rakyat juga dapat memilih anggota DPD, suatu lembaga perwakilan
baru yang ditujukan untuk mewakili kepentingan daerah. Pemilihan umum presiden
dan wakil presiden (pilpres) pertama kali diadakan dalam Pemilu 2004.
Pemilihan
Umum 2004 diselenggarakan secara serentak pada tanggal 5 April 2004 untuk
memilih 550 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 128 anggota Dewan Perwakilan
Daerah (DPD), serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Provinsi
maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2004-2009. Hasil akhir pemilu
menunjukan bahwa Golkar mendapat suara terbanyak. Partai Demokrat dan Partai
Keadilan Sejahtera (PKS), dua partai terbaru dalam pemilu ini, mendapat 7,45%
dan 7,34% suara.
Pemilu
2009
Dari
38 partai politik nasional, hanya 9 partai yang memenuhi ambang batas perolehan
suara 2,5 persen. Sementara 29 partai lainnya harus tersingkir. Berikut
perolehan 9 partai politik tersebut secara lengkap.
- Partai Demokrat 21.703.137 suara (20,85%)
- Partai Golkar 15.037.757 suara (14,45%)
- PDI P 14.600.091 suara (14,03%)
- PKS 8.206.955 suara (7,88%)
- PAN 6.254.580 suara (6,01%)
- PPP 5.533.214 suara (5,32%)
- PKB 5.146.122 suara (4,94%)
- Gerindra 4.646.406 suara (4,46%)
- Hanura 3.922.870 suara (3,77 %)
2. Pemilihan
Presiden
Pemilu
2004 merupakan pemilu pertama di mana para peserta dapat memilih langsung
presiden dan wakil presiden pilihan mereka. Pada Pilpres 2004, ada lima
pasangan calon presiden dan calon wakil. Berikut adalah kelima pasangan calon
tersebut.
1. Wiranto-Sholahudin
Wahid
2. Megawati
Soekarnoputri-Hasyim Muzadi
3. Amien
Rais-Siswono Yudohusodo
4. Susilo
Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla
5. Hamzah
Haz-Agum Gumelar
Pemenang
Pilpres 2004 adalah Susilo Bambang Yudhoyono. Pilpres ini dilangsungkan dalam
dua putaran, karena tidak ada pasangan calon yang berhasil mendapatkan suara
lebih dari 50%. Putaran kedua digunakan untuk memilih presiden yang diwarnai
persaingan antara Yudhoyono dan Megawati yang akhirnya dimenangi oleh pasangan
Yudhoyono-Jusuf Kalla.
Pilpres
2009 diselenggarakan pada 8 Juli 2009. Pasangan Susilo Bambang
Yudhoyono-Boediono berhasil menjadi pemenang dalam satu putaran langsung dengan
memperoleh suara 60,80%, mengalahkan pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo
Subianto dan Muhammad Jusuf Kalla-Wiranto. Hasil Pilpres 2009 adalah sebagai
berikut.
1. Megawati-Prabowo32.548.105(26,79%)
2. SBY-Boediono73.874.562(60,80%)
3. JK-Wiranto15.081.814(12,41%)
3. Pemilihan
Kepala Daerah (Pilkada)
Sebelum
tahun 2005, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD). Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat
melalui Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pilkada.
Pilkada pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni 2005.
Sejak
berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan
Umum, pilkada dimasukkan dalam rezim pemilu, sehingga secara resmi bernama
Pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pemilukada.
Pemilihan kepala daerah pertama yang diselenggarakan berdasarkan undang-undang
ini adalah Pilkada DKI Jakarta 2007.
Pada
tahun 2011, terbit undang-undang baru mengenai penyelenggara pemilihan umum
yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011. Di dalam undang-undang ini, istilah
yang digunakan adalah Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota..
Pemilu di Indonesia dilaksanakan atas asas
Luber dan jurdi yaitu, Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil. Sejak
Indonesia Merdeka mangadakan Pemilu pertama kali pada tahun 1955 ( Orde Lama )
multi partai, diikuti oleh banyak partai, partai yang mendapat suara terbanyak
dianataranya adalah ; PNI, Masyumi, PKI. Setelah itu baru mengadakan pemilu
lagi pada tahun 1971 samapi tahun 1997 (Orde baru). Pemilu dilaksanakan 5 tahun
sekali. Pada masa Orde Baru partai yang ikut pemilu hanya 3 partai yaitu ; PPP,
Gokar, dan PDI. Sejak tahun 1999 pemilu di Indonesia kembali multi partai (Masa
Reformasi)diantaranya partai PDI P, PPP, Golkar, Partai Bulan Bintang, PAN,
PKS, dan lain-lainya. Pada Pemilu tahun 2004 sebagai partai baru yaitu partai
Demikrat menjadi partai yang berhasi mengusung Prsedin Indonesia yaitu Bpk
Susilo Bambang Yodhoyono (SBY).
Asas
pemilu Indonesia Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, jujur, dan Adil yang berarti:
1.
Langsung artinya setiap
pemilih memberikan suaranya langsung tanpa perantara.
2.
Umum artinya semua
warga negara Indonesia yang memenuhi syarat berhak untuk ikut pemilihan itu.
3.
Bebas artinya tidak ada
paksaan dari pihak manapun dalam menggunakan haknya.
4.
Rahasia artinya setiap
pemilih tidak akan diketahui tentang pilihannya.
5.
Jujur artinya semua
pihak yang terlibat dalam proses pemilu harus bertindak jujur sesuai dengan
perundang-undangan.
6.
Adil artinya semua
pihak yang terlibat dalam proses pemilu akan mendapat perlakuan yang sama dan
terbebas dari tindakan curang dari pihak manapun.
Pemilu
di Indonesia ada beberapa macam, yaitu: Pemilu Legeslatif, Pemilu Presiden,
Pemilihan Kepada daerah atau Pilkada.
1. Pemilu
Legislatif:Pemilu parlemen diselenggarakan untuk memilih wakil rakyat. Wakil
rakyat ini terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan
Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Daerah Provinsi (DPRD Provinsi), dan Dewan
Perwakilan Daerah Kabupaten / Kota. Anggota DPR, DPRD berasal dari partai
politik peserta pemilu, sedang anggota DPD merupakan wakil daerah provinsi untuk
memperjuangkan kepentingan daerah yang diwakilinya.
2. Pemilu
Presiden:Pemilu Presiden (Pilpres) untuk memilih presiden dan wakil presiden
secara langsung. Sebelum pemilu 2004 presiden dan wakil presiden dipilih oleh
Majlis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Sejak pemiliu 2004 presiden dan wakil
presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Presiden dan wakil presiden satu
paket dan diusung oleh partai politik yang memiliki suara di DPR lebih dari 5%
jika tidak ada yang memenuhi 5% boleh mengadakan kualisi dengan partai lain
sehingga mencapai 5%. 3.
Pemilihan
Kepala Daerah atau Pilkada Pilkada dilaksanakan untuk memilih Gubernur, Waki
Kota, atau Bupati. Gubernur dan wakil Gubernur juga satu Paket, Bupati dan
Wakil bupati juga Satu paket, wali kota dan wakil wali kota juga satu paket.
Untuk pilkada bisa mencalonkan lewat partai politik atau jalur perorangan
(Independen). Pemilih gubernur, bupati atau wali kota dipilih oleh masyarakat
warga daerah tersebut. B. Penyelenggara Pemilu di Indonesia Pemilu dilaksanakan
setiap lima tahun sekali. Penyelenggara pemilu diatur dalam UU No. 22 tahun
2007.
Penyelenggara
pemilu adalah KPU (Komisi Pemilihan Umum)yang bersifat nasional, tetap, dan
mandiri. Keanggotaan KPU terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, dibantu
wakil ketua merangkap anggota, dan para anggota.
Penyelenggaraan
Pemilu meliputi beberapa tahap, yaitu :
1. Pendaftaran
Pemilih Pendaftaran pemilih dilaksanakan oleh petugas pendaftar pmilih dengan
cara mendatangi kediaman pemilih atau dapat pula dilakukan secara aktif oleh
pmilih.
2. Pendaftaran
Peserta Pemilu Peserta pemilu dapat berasal dari perseorangan untuk anggota DPD
dan peserta dari partai politik untuk anggota DPR dan DPRD.
3. Penetapan
Peserta Pemilu Penetapan nomer urut partai politik peserta pemilu dilakukan
melalui undian oleh KPU dan dihadiri oleh seluruh partai politik peserta
pemilu.
4. Penetapan
Jumlah Kursi Jumlah kursi dalam DPR, DPD, dan DPRD yang diperebutkan dalam
pemilu diberlakukan dengan ketentuan sebagai berikut.
a. Jumlah
kursi DPR ditetapkan sebanyak 560 orang
b. Jumlah
anggota DPD setiap Provinsi sebanyak 4 orang
c. Jumlah
kursi anggota DPRD Provinsi ditetapkan sekurang-kurangnya 35 dan
sebanyak-banyaknya 100 kursi
d. Jumlah
kursi DPRD Kabupaten/ Kotamadya ditetapkan sekurang-kurangnya 20 dan
sebanyak-banyaknya 50 kursi
5. Kampanye
Kampanye pemilu adalah kegiatan peserta pemilu dan atau calon anggota DPR, DPRD
provinsi, dan DPRD kabupaten/kota untuk menyakinkan para pemilih dengan
menawarkan program-programnya atau visi dan misinya.
6. Pemungutan
Suara Pemungutan suara pemilu DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota
diselenggarakan secara serentak. Pemberian suara un tuk memilih anggota DPR,
DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota dilakukan dengan menandai salah satu tanda
gambar partai politik peserta pemilu atau satu calon di bawah tanda gambar
partai politik peserta pemilu dalam surat suara. Pembwrian suara untuk memilih
anggota DPD dilakukan dengan memilih satu calon anggota DPD dalam surat suara.
7. Perhitungan
Suara Penghitungan suara di TPS yaitu Tempat Pemungutan Suara/ TPSLN yaitu
Temapat Pemungutan Suara Luar Negeri dilakukan oleh KPPS yaitu Kelompok
Penyelenggara Pemungutan Suara/ KPPSLN yaitu Kelompok Penyelenggara Pemungutan
Suara Luar Negeri setelah pemungutan suara berakhir.
Pemilihan
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah ( Pilkada ) Sejak berlakunya UU No 22
tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, pilkada dimasukan sebagai
bagian dari pemilu, sehingga secara resmi bernama Pemilihan Umum Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah. Pemilihan pasangan calon kepala daerah dan wakil
kepala daerah diatur dalam Peraturan Pemerintah No 6 Tahun 2005. Kepala daerah
dan wakil kepala daerah untuk provinsi adalah Gubernur dan Wakil Gubernur.
Adapun
kepala daerah untuk kabupaten adalah Bupati dan Wakil Bupati, sedangkan untuk
kepala daerak untuk wilayah kota madya adalah Wali kota dan Wakil wali kota.
Pemilihan pasangan kepala daerah dan wakil kepala daerah diselenggarakan oleh
KPUD (Komisi Pemilihan Umum Daerah).
Kegiatan
yang dilaksanakan dalam Pilkada hampir sama dengan Pemilu. Perbedaannya hanya
terletak pada tingkatannya saja. Berikut beberapa kegiatan dalam
penyelenggaraan pilkada
1. Pembentukan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK),
Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara
(KPPS)
2. Pendaftaran
dan penetapan pemilih
3. Pendaftaran
dan penetapan pasangan calon
4. Kampanye
5. Pelaksanaan
pemilihan dan perhitungan suara.
Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu)
Panitia
Pengawas Pemilu adalah suatau badan yang bertugas untuk mengawasi jalannya
pelaksanaan Pemilu maupun pilkada agar berjalan sesuai peraturan. Panwaslu
bertugas, mencatat, mengawasi jika terjadi pelanggaran-pelanggaran selama
pelaksanaan peilu atau pilkada.
Jadwal Pemilu
Jadwal pemilu adalah rincian waktu pelaksanaan tahapan pemilu.
Jadwal pemilu mengatur kapan masing-masing tahapan itu dilakukan. Batas akhir
suatu tahapan pemilu menjadi titik paling krusial, karena waktu itu menandai
selesainya suatu proses pemilu, untuk menuju proses pemilu berikutnya. Proses
pemilu berjalan dalam tahapan pemilu yang bergerak linier, sehingga kalau
jadwal pemilu dilanggar akan mengacaukan proses dan tahapan pemilu berikutnya.
Tahapan Pemilu Legislatif meliputi
pendaftaran pemilih, pendaftaran partai politik peserta pemilu, penetapan
daerah pemilihan, pecalonan, kampanye, pemungutan suara, penghitungan suara,
penetapan hasil, penetapan perolehan kursi, penetapan calon terpilih, dan
pelantikan calon terpilih. Sedang tahapan pemilu eksekutif meliputi pendaftaran
pemilih, pendaftaran pasangan calon, kampanye, pemungutan suara, penghitungan
suara, penetapan hasil pemilu, penetapan calon terpilih, dan pelantikan calon
terpilih.
Intimidasi Pemilih
Hukum Pemilu
Gakumdu Pemilu
Electronic Voting atau E-Voting
Electronic voting atau e-voting adalah proses pemungutan suara dan
penghitungan suara yang menggunakan perangkat elektronik atau teknologi
informasi. Tujuan penggunaan e-voting tidak saja untuk
mempercepat proses pemungutan dan penghitungan suara, tetapi yang lebih penitng
adalah untuk menjaga otentisitas atau keaslian suara pemilih, sekaligus menjaga
akurasi penghitungan suara.
Penerapan e-voting dalam
pemilu membutuhkan proses panjang, mulai dari uji coba berkali-kali perangkat
teknologi yang digunakan, menumbuhkan kepercayaan pemilih, menunggu persetujuan
partai politik dan calon, sampai dengan pengesahan undang-undang. Dalam praktek
penerapan e-voting biasanya dimulai dari penghitungan suara atau e-counting,
baru setelah sukses dilanjutkan dengan pemungutan suara atau e-voting.
Formula Pemilu
Formula pemilu atau formula penghitungan
kursi adalah metode menghitung perolehan kursi partai politik atau calon. Dalam
sistem pemilu mayoritarian, formula penghitungan kursi lebih sederhana jika
dibandingkan dengan sistem pemilu proporsional.
Dalam sistem pemilu mayoritarian, kursi yang
tersedia di setiap daerah pemilihan adalah tunggal atau 1, sehingga perebutan
kursi lebih merupakan persaingan antarcalon. Dalam sistem ini dikenal dua jenis
metode penghitungan kursi: pluralitas dan mayoritas.
Pertama, dalam metode pluralitas calon yang
meraih suara terbanyak secara langsung ditetapkan sebagai peraih kursi. Di sini
A mendapatkan kursi karena rumus A>B>C>D>E.
Kedua, dalam metode mayoritas, calon yang
meraih 50% lebih suara berhak mendapatkan kursi, sehingga berlaku rumus
A>B+C+D+E. Apabila tidak ada calon yang meraih suara 50% lebih, maka
dilakukan pemungutan suara putaran kedua, yang diikuti oleh peraih suara
terbanyak pertama dan peraih suara terbanyak kedua.
Sementara itu, dalam sistem pemilu
proporsional yang menyediakan kursi jamak, 2 atau lebih pada setiap daerah
pemilihan, perebutan kursi lebih merupakan persaingan antarpartai politik.
Prinsip pokok sistem pemilu proporsional adalah menghitung perolehan kursi
secara proporsional sesuai dengan perolehan suara.
Dalam merealisasi prinsip tersebut, dikenal
dua metode penghitungan kursi, yaitu metode kuota dan metode divisor.
Masing-masing metode memiliki dua varian pokok, sehingga terdapat empat metode
penghitungan kursi: kuota murni, kuota Drop, divisor d'Hont dan divisor
Webster.
Pertama, metode kuota, atau metode kuota
murni, atau metode kuota Hamilton/Hare/Niemayer, atau disebut juga metode
kuota-LR (largest remainders), atau sisa terbanyak.
Metode ini memiliki dua tahap. Tahap
pertama, membagi perolehan suara masing-masing partai dengan kuota suara 1
kursi (di mana kuota suara 1 kursi adalah hasil bagi total suara dengan jumlah
kursi yang tersedia, atau q = V/S; atau dalam bahasa undang-undang disebut
bilangan pembagi pemilih). Pada tahap ini, partai politik yang mendapat
bilangan utuh berarti mendapat kursi sebanyak bilangan utuh tersebut. Tahap
kedua, membagi sisa kursi berdasarkan bilangan pecahan terbanyak (atau, dalam
bahasa undang-undang disebut sisa suara terbanyak).
Kedua, metode kuota Drop. Metode ini
merupakan respon atas kritik, bahwa metode kuota murni cenderung merugikan
partai politik peraih suara besar dan menguntungkan partai politik peraih suara
menengah pada masing-masing daerah pemilihan. Ilustrasinya ini seperti ini:
jika kuota suara satu kursi sama dengan 1.000, partai yang memiliki 1.500
suara, sama-sama mendapatkan 1 kursi dengan partai politik yang memiliki 600
suara.
Oleh karena itu agar partai peraih suara besar
tidak dirugikan maka penentuan kuota suara 1 kursi, bukan lagi total suara
dibagi jumlah kursi, melainkan total suara dibagi dengan jumlah kursi +1 atau
dalam bentuk rumus menjadi q = S/V+1. Selanjutnya cara menghitungnya sama
dengan metode kuota murni, yaitu tahap pertama menentukan partai politik yang
mendapatkan kursi utuh, dan tahap kedua menentukan partai politik yang
mendaptkan sisa kursi yang belum terbagi.
Ketiga, metode divisor d'Hondt/Jefferson
sesungguhnya merupakan respons lain atas metode kuota murni, yang dianggap
merugikan partai politik peraih suara besar di setiap daerah pemilihan.
Cara menghitung perolehan kursi ke partai
politik metode ini adalah membagi perolehan suara setiap partai politik dengan
bilangan pembagi 1, 2, 3, 4, dst. Selanjutnya hasil pembagian suara setiap
partai politik itu dirangking, dan angka tertinggi secara berturut-turut
mendapatkan kursi pertama, kursi kedua, kursi ketiga dst, sesuai dengan jumlah
kursi yang tersedia.
Keempat, metode divisor St Lague/Webster. Metode
ini merupakan kritik terhadap metode kuota Drop dan divisor d'Hondt/Jeferson,
yang terlalu menguntungkan partai politik peraiah suara besar, dan merugikan
partai politik peraih suara menengah dan kecil. Kedua metode itu sering
menyalahi prinsip proporsionalitas matematika ini: partai politik yang memiliki
kuota 0,4 sampai dengan 1,4 hanya mendapatkan 1 kursi; atau, pertai yang
memiliki kuota 0,4 seharusnya tidak dapat kursi; partai politik yang memilki
kuota 1,4 seharusnya tidak mendapatkan lebih dari 1 kursi.
Metode ini tetap menggunakan bilangan
pembagi, hanya tidak 1, 2, 3, 4, dst melainkan 1, 3, 5, 7 dst atau bilangan
ganjil. Adapun cara menghitungnya tetap sama dengan metode divisor d'Hondt,
yaitu membagi perolehan suara setiap partai politik dengan bilangan pembagi 1,
3, 5, 7, dst. Hasilnya baginya dirangking, dan angka tertinggi secara
berturut-turut mendapatkan kursi pertama, kursi kedua, kursi ketiga dst, sesuai
dengan jumlah kursi yang tersedia.
Dari empat metode penghitungan perolehan
kursi partai politik tersebut, baik secara matematika maupun berdasarkan
pengalaman pemilu banyak negara, metode divisor St Lague/Webster adalah metode
yang paling adil, paling fair. Metode ini tidak menguntungkan partai peraiah
suara menengah kecil, juga tidak menguntungkan partai peraih suara besar.
DAFTAR PUSTAKA
A.Kosasih Djahiri. (1992). Pola Pelaksanaan
Pengajaran Pendidikan Pancasila.Bandung: PMPKN FPIPS IKIP Bandung.
Abdul Azs Wahab (1996/1997), Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan,Jakarta, Ditjen Depdikbud
Departemen Pendidikan Nasional. (2007). Panduan
Penilaian Kelompok MataPelajaran Kewarganegaraan dan Kepribadian.
Saprya dan Winataputra. (2003). Pendidikan Kewarganegaraan:
Model Pengembangan Materi dan Pembelajaran. Bandung: LaboratoriumPKn UPI.
Winataputra, Udin S. dan Sapriya. (2003).
Pengorganisasian Kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan
dan IPS di Sekolah Dasar.
Wahab, Aziz dan Udin. 2005. Pendidikan Pancasila dan
kewarganegaraan (PPKn). Penerbit: Universitas Terbuka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar