Rabu, 20 September 2017

MATERI PKN KELAS TINGGI 2



BAB VIII

NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

 

 

 

A.      Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

"Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah Negara Kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah dan batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan Undang-Undang". 
(Pasal 25A UUD 1945)

peta-indonesia-200px
Peta Indonesia

Wilayah negara merupakan daerah atau lingkungan yang menunjukkan batas batas suatu negara, dimana dalam wilayah tersebut negara dapat melaksanakan kekuasaanya, menjadi tempat berlindung bagi rakyat sekaligus sebagai tempat untuk mengorganisir dan menyelenggarakan pemerintahannnya. 

B.       Macam – macam Wilayah Negara
Wilayah negara mencakup:
1.       Daratan
Penentuan batas-batas suatu wilayah daratan, baik yang mencakup dua negara atau lebih, pada umumnya berbentuk perjanjian atau traktat. Misalnya:
·         Traktat antara Belanda dan Inggris pada tanggal 20 Juli 1891 menentukan batas wilayah Hindia Belanda di Pulau Kalimantan.
·         Perjanjian antara Republik Indonesia dan Australia mengenai garis-garis batas tertentu dengan Papua Nugini yang ditandatangani pada tanggal 12 Februari 1973.
2.       Lautan
Pada awalnya, ada dua konsepsi (pandangan) pokok mengenai wilayah lautan, yaitu res nullius dan res communis.
·         Res nullius adalah konsepsi yang menyatakan bahwa laut itu dapat diambil dan dimiliki oleh masing-masing negara. Konsepsi ini dikem-bangkan oleh John Sheldon (1584 - 1654) dari Inggris dalam buku Mare Clausum atau The Right and Dominion of The Sea.
·         Res communis adalah konsepsi yang beranggapan bahwa laut itu adalah milik masyarakat dunia sehingga tidak dapat diambil atau dimiliki oleh masing-masing negara. Konsepsi ini kemudian dikembangkan oleh Hugo de Groot (Grotius) dari Belanda pada tahun 1608 dalarn buku Mare Liberum (Laut Bebas). Karena konsepsi inilah, kemudian Grotius di anggap sebagai bapak hukum internasional.
Dewasa ini, masalah wilayah lautan telah memperoleh dasar hukum yaitu Konferensi Hukum Laut Internasional III tahun 1982 yang diselenggarakan oleh PBB atau United Nations Conference on The Law of The Sea (UNCLOS) di Jamaica. Konferensi PBB itu ditandatangani oleh 119 peserta dari 117 negara dan 2 organisasi kebangsaan di dunia tanggal 10 Desember 1982.

Dalam bentuk traktat multilateral, batas-batas laut terinci sebagai berikut :
a.    Batas Laut Teritorial
Setiap negara mempunyai kedaulatan atas laut teritorial yang jaraknya sampai 12 mil laut, diukur dari garis lurus yang ditarik dari pantai.
b.    Batas Zona Bersebelahan
Sejauh 12 mil laut di luar batas laut teritorial atau 24 mil dari pantai adalah batas zona bersebelahan. Di dalam wilayah ini negara pantai dapat mengambil tindakan dan menghukum pihak-pihak yang melanggar undang-undang bea-cukai, fiskal, imigrasi, dan ketertiban negara.
c.    Batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
ZEE adalah wilayah laut dari suatu negara pantai yang batasnya 200 mil laut diukur dari pantai. Di dalam wilayah ini, negara pantai yang bersangkutan berhak menggali kekayaan alam lautan serta melakukan kegiatan ekonomi tertentu.
Negara lain bebas berlayar atau terbang di atas wilayah itu, serta bebas pula memasang kabel dan pipa di bawah lautan itu. Negara pantai yang bersangkutan berhak menangkap nelayan asing yang kedapatan menangkap ikan dalam ZEE-nya.
d.   Batas Landas Benua
Landas benua adalah wilayah lautan suatu negara yang lebih dari 200 mil laut. Dalam wilayah ini negara pantai boleh mengadakan eksplorasi dan eksploitasi, dengan kewajiban membagi keuntungan dengan masyarakat internasional.
3.       Udara
Pada saat ini, belum ada kesepakatan di forum internasional mengenai kedaulatan di ruang udara. Pasal 1 Konvensi Paris 1919 yang kemudian diganti oleh pasal 1 Konvensi Chicago 1944 menyatakan bahwa setiap negara mempunyai kedaulatan yang utuh dan eksklusif di ruang udara di atas wilayahnya.
Mengenai ruang udara (air space), di kalangan para ahli masih terjadi silang pendapat karena berkaitan dengan batas jarak ketinggian di ruang udara yang sulit diukur. Sebagai contoh, Indonesia, menurut Undang-undang No. 20 Tahun 1982 menyatakan bahwa wilayah kedaulatan dirgantara yang termasuk orbit geo-stationer adalah 35.761 km. Sebagai acuan, berikut ini akan dikemukakan beberapa pendapat para ahli mengenai batas wilayah udara sebagai berikut;
a.    Lee
Lee berpendapat bahwa lapisan atmosfir dalam jarak tembak meriam yang dipasang di darat dianggap sama dengan udara teritorial negara. Di luar jarak tembak itu, harus dinyatakan sebagai udara bebas, dalam arti dapat dilalui oleh semua pesawat udara negara mana pun.
b.    Van Holzen Dorf
Holzen menyatakan bahwa ketinggian ruang udara adalah 1.000 meter dari titik permukaan bumi yang tertinggi.
c.    Henrich's
Menyatakan bahwa negara dapat berdaulat di ruang atmosfir selama masih terdapat gas atau partikel-partikel udara atau pada ketinggian 196 mil. Di luar atmosfir, negara sudah tidak lagi mempunyai kedaulatan. 
Di samping pendapat para ahli tentang batas wilayah udara ada beberapa teori tentang konsepsi wiiayah udara yang dikenal pada saat ini.


Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut;
A.  Teori Udara Bebas (Air Freedom Theory)
Penganut teori ini terbagi dalam dua aliran, yaitu kebebasan ruang udara tanpa batas dan kebebasan udara terbatas.
a)      Kebebasan ruang udara tanpa batas. Menurut aiiran ini, ruang udara itu bebas dan dapat digunakan oleh siapa pun. Tidak ada riegara yang mempunyai hak dan kedaulatan di ruang udara,
b)      Kebebasan udara terbatas, terbagi menjadi dua. Hasil sidang Institute de Droit International pada sidangnya di Gent (1906), Verona (1910) dan Madrid (1911) yaitu
·       Setiap negara berhak mengambil tindakan tertentu untuk memeiihara keamanan dan keselamatannya.
·       Negara kolong (negara bawah, subjacent state) hanya mempunyai hak terhadap wilayah / zona teritorial.
B.  Teori Negara Berdaulat di Udara (The Air Sovereignity)
Ada beberapa teori yang menyatakan bahwa kedaulatan suatu negara harus terbatas.
·         Teori Keamanan. Teori ini menyatakan bahwa suatu negara mempunyai kedaulatan atas wilayah udaranya sampai yang diperlukan untuk menjaga keamanannya. Teori ini dikemukakan oleh Fauchille pada tahun 1901 yang menetapkan ketinggian wiiayah udara adalah 1.500 m. Namun pada tahun 1910 ketinggian itu diturunkan menjadi 500 m.
·         Teori Pengawasan Cooper (Cooper's Control Theory). Menurut Cooper (1951), Kedaulatan negara ditentukan oleh kemampuan negara yang bersangkutan untuk mengawasi ruang udara yang ada di atas wilayahnya secara fisik dan ilmiah, 
·         Teori Udara (Schacter). Menurut teori ini, wiiayah udara itu haruslah sampai suatu ketinggian di mana udara masih cukup mampu mengangkat (mengapungkan) balon dan pesawat udara.
4.       Daerah Ekstrateritorial
Daerah Ekstrateritorial adalah daerah atau wilayah kekuasaan hukum suatu negara yang berada dalam wilayah kekuasaan hukum Negara lain. Berdasarkan hukum internasional yang mengacu pada hasil Reglemen dalam Kongres Wina tahun 1815 dan Kongres Aachen tahun 1818, pada perwakilan diplomatik setiap negara terdapat daerah ekstrateritorial.
Di daerah ekstrateritorial berlaku larangan bagi alat negara, seperti polisi dan pejabat kehakiman, untuk masuk tanpa izin resmi pihak kedutaan. Daerah itu juga bebas dari pengawasan dan sensor terhadap setiap kegiatan yang ada dan selama di dalam wilayah perwakilan tersebut.
Daerah ekstrateritorial dapat juga diberlakukan pada kapal-kapal laut yang berlayar di laut terbuka di bawah bendera suatu negara tertentu.

C.      Batas Wilayah Negara
Penentuan batas wilayah negara, baik yang berupa daratan dan atau lautan (perairan), lazim dibuat dalam bentuk perjanjian (traktat) bilateral serta multilateral. Batas antara satu negara dengan negara lain dapat berupa batas alam (sungai, danau, pegunungan, atau lembah) dan batas buatan, misalnya pagar tembok, pagar kawat berduri, dan tiang-tiang tembok.
Ada juga negara yang menggunakan batas menurut geofisika berupa garis lintang. Batas suatu wilayah negara yang jelas sangat penting artinya bagi keamanan dan kedaulatan suatu negara dalam segala bentuknya. Kepentingan itu juga berkaitan dengan pemanfaatan kekayaan alam, baik di darat maupun di laut, pengaturan penyelenggaraan pemerintahan negara, dan pemberian status orang-orang yang ada di dalam negara bersangkutan.
Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai perbatasan darat dengan 3 (tiga) negara tetangga (Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste) serta 11 perbatasan laut dengan negara tetangga (India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Philipina, Palau, Federal State of Micronesia, Papua Nugini, Timor Leste dan Australia).
Adapun perbatasan udara mengikuti perbatasan darat dan perbatasan teritorial laut antar negara. Hingga saat ini penetapan batas dengan negara tetangga masih belum semua dapat diselesaikan. Permasalahan penetapan perbatasan negara saat ini masih ada yang secara intensif sedang dirundingkan dan masih ada yang belum dirundingkan. Kondisi situasi demikian menjadi suatu bentuk ancaman, tantangan, hambatan yang dapat mengganggu kedaulatan hak berdaulat NKRI. 
Permasalahan perbatasan yang muncul dari luar (eksternal) adalah: adanya berbagai pelanggaran wilayah darat, wilayah laut dan wilayah udara kedaulatan NKRI. Disini rawan terjadi kegiatan illegal seperti:
1.      illegal logging, 
2.      illegal fishing, 
3.      illegal trading, 
4.      illegal traficking dan 
5.      trans-national crime
Hal tersebut merupakan bentuk ancaman faktual disekitar perbatasan yang akan dapat berubah menjadi ancaman potensial apabila pemerintah kurang bijak dalam menangani permasalahan tersebut.
Sedangkan permasalahan perbatasan yang muncul dari dalam (internal) adalah: tingkat kesejahteraan dan tingkat pendidikan SDM yang masih rendah, kurangnya sarana prasarana infrastruktur dan lain-lain sehingga dapat mengakibatkan kerawanan dan pengaruh dari negara tetangga.
Perbatasan negara merupakan manifestasi dari kedaulatan wilayah suatu negara, dan mempunyai peranan penting dalam penentuan batas wilayah kedaulatan, pemanfaatan sumber kekayaan alam, menjaga keamanan dan keutuhan wilayah. Idealnya wilayah perbatasan juga sekaligus berfungsi sebagai “frontier” atau sebagai wilayah yang dapat untuk memperluas pengaruh (sphere of influence) dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan terhadap negara-negara disekitarnya, sehingga pembangunan wilayah perbatasan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang meliputi semua aspek kehidupan.Oleh karena itu wilayah perbatasan bukan merupakan bidang masalah tunggal tetapi merupakan masalah multidemensi yang memerlukan dukungan politik nasional
            Untuk mengatasinya. Kementerian Luar Negeri sebagai ujung tombak pemerintah bagi penyelesaian batas wilayah dengan negara-negara tetangga, bersama dengan kementerian-kementerian dan lembaga terkait lainnya turut serta merumuskan kebijakan dan hal-hal teknis yang diperlukan untuk menghadapi perundingan-perundingan dengan negara-negara tetangga. 
Selain itu, pemerintah telah berupaya untuk menggunakan diplomasi dan perundingan yang lebih baik bagi penyelesaian batas wilayah yang belum tuntas dengan negara-negara tetangga, dan upaya tersebut juga untuk mencegah terjadinya ketegangan di batas wilayah negara.
Untuk itu, masalah perbatasan hanya bisa diselesaikan oleh negara-negara tersebut yang terkait langsung dengan kepentingannya, sehingga permasalahan batas wilayah tidak bisa diselesaikan oleh salah satu negara saja tetapi melibatkan negara-negara lainnya. Dengan demikian setiap ada permasalahan terkait masalah batas wilayah negara diharapkan dapat diselesaikan dengan cara diplomasi atau perundingan-perundingan walaupun membutuhkan waktu yang relatif lama.

Konsepsi Negara Kesatuan Republik Indonesia
Konsepsi negara kepulauan diterima oleh masyarakat internasional dan dimasukan kedalam UNCLOS III 1982, terutama pada pasal 46. Dalam pasal tersebut, disebutkan bahwa, “Negara Kepulauan” berarti suatu Negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain”. Sedangkan pengertian kepulauan disebutkan sebagai, “ kepulauan” berarti suatu gugusan pulau, termasuk bagian pulau, perairan diantaranya dan lain-lain wujud alamiah yang hubungannya satu sama lainnya demikian eratnya sehingga pulau-pulau, perairan dan wujud alamiah lainnya itu merupakan suatu kesatuan geografi, ekonomi dan politik yang hakiki, atau yang secara historis diangap sebagai demikian.” Dan dalam sejarah hukum laut Indonesia sudah dijelaskan dalam deklarasi Juanda 1957, yaitu pernyataan Wilayah Perairan Indonesia:
“Segala perairan di sekitar, diantara dan yang menghubungkan pulau-pulau atau bagian pulau-pulau yang termasuk daratan negara RI dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah bagian-bagian yang wajar daripada wilayah daratan RI dan dengan demikian merupakan bagian daripada perairan nasional yang berada dibawah kedaulatan mutlak daripada negara RI”.
Sedangkan dalam pasal 1 ayat 1 UU No. 6 Tahun 1996 Tentang Perairan Indonesia disebutkan bahwa, “Negara Kepulauan adalah negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain.” Sementara itu, dimasukannya poin-poin negara kepulauan dalam Bab IV Konvensi Hukum Laut 1982 yang berisi 9 pasal, yang berisi antara lain: Ketentuan-ketentuan tentang negara-negara kepulauan, garis-garis pangkal lurus kepulauan, status hukum dari perairan kepulauan, penetapan perairan pedalaman, dalam perairan kepulauan, hak lintas damai melalui perairan kepulauan, hak lintas alur-alur laut kepulauan, hak dan kewajiban kapal dan pesawat udara asing dalam pelaksanan hak lintas alur-alur laut kepulauan.
Pengaturan dalam Bab IV Konvensi Hukum Laut 1982 dimulai dengan penggunaan istilah negara kepulauan (archipelagic state). Pada pasal 46 butir (a) disebutkan bahwa, “negara kepulauan adalah suatu negara yang seluruhnya terdiri satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain (pasal 46 butir (a). Maksud dari pasal 46 butir (a) tersebut adalah, secara yuridis, pengertian negara kepulauan akan berbeda artinya dengan definisi negara yang secara geografis wilayahnya berbentuk kepulauan.
 Hal ini dikarenakan, dalam pasal 46 butir (b) disebutkan bahwa kepulauan adalah suatu gugusan pulau-pulau, termasuk bagian pulau, perairan diantaranya dan lain-lain wujud alamiah yang hubungannya satu sama lainnya demikian erat sehingga pulau-pulau, perairan, dan wujud alamiah lainnya itu merupakan suatui kesatuan geografis, ekonomi dan politik yang hakiki atau yang secara historis dianggap sebagai demikian. Dengan kata lain, pasal 46 ini membedakan pengertian yuridis antara negara kepulauan (archipelagic state) dengan kepulauan (archipelago) itu sendiri (Agoes 2004).
Indonesia menuangkan Konsepsi Negara Kepulauan dalam amandemen ke 2 UUD 1945 Bab IXA tentang wilayah negara. Pada pasal 25 A berbunyi ” Negara Kesatuan RI adalah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah-wilayah yang batas-batasnya dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang”. Selain itu, dalam pasal 2 Undang-Undang No 6 tahun 1996 tentang Perairan indonesia, pemerintah Indonesia secara tegas menyatakan bahwa negara RI adalah negara kepulauan.
Sebagaimana yang disyaratkan oleh pasal 46 Konvesni Hukum laut PBB 1982, tidak semua negara yang wilayahya terdiri dari kumpulan pulau-pulau dapat di anggap sebagai negara kepulauan. Dari peraturan peundang-undangan nasional yang dikumpulkan oleh UN-DOALOS ada 19 negara yang menetapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan negara kepulauan, yaitu; Antigua dan Barbuda, Bahama, Komoro, Cape Verde, Fiji, Filipina, Indonesia, Jamaika, Kiribati, Maldives, Kepulauan Marshall, PNG, Kepulauan Solomon, Saint Vincent dan Grenadines, Sao Tome dan Principe, Seychelles, Trinidad dan Tobago, Tuvalu, dan Vanuatu (Agoes 2004).
Selanjutnya dalam peraturan pelaksanannya, pemerintah RI mengeluarkan PP No 38 tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis titik-titik garis pangkal kepulauan Indonesia. Pada pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa pemerintah menarik garis pangkal kepulauan untuk menetapkan lebar laut teritorial. Sedangkan penarikan garis pangkal kepulauan dilakukan dengan menggunakan; garis pangkal lurus kepulauan, garis pangkal biasa garis pangkal lurus, garis penutup teluk, garis penutup muara sungai, terusan dan kuala, serta garis penutup pada pelabuhan.
Namun kepemilikan Indonesia terhadap pulau-pulau kecil, khususnya pulau-pulau terluar yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, masih menyisakan permasalahan. Kalahnya pulau Sipadan dan Ligitan oleh Malaysia telah mamberikan pelajaran kepada Indonesia dimuka Internasional.
Hal ini mencerminkan bahwa pemerintah RI hanya sekedar memilki tanpa mempunyai kemampuan untuk menguasai dan memberdayakannya. Berkaca dari maraknya potensi konflik dipulau-pulau kecil terluar, pemerintah Indonesia mengeluarkan Perpres No 78 Tahun 2005 tentang pengelolaan pulau-pulau kecil terluar. Perpres tersebut bertujuan untuk:
1.        Menjaga keutuhan wilayah NKRI, keamanan nasional, pertahanan negara dan bangsa serta menciptakan stabilitas kawasan.
2.        Memanfaatkan sumberdaya alam dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan.
3.        Memberdayakan masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan.
Pengelolaan pulau-pulau kecil terluar juga diharapkan dapat mengatasi ancaman keamanan yang meliputi kejahatan transnasional penangkapan ikan ilegal, penebangan kayu ilegal, perdagangan anak-anak dan perempuan (trafficking), imigran gelap, penyelundupan manusia, penyelendupan senjata dan bahan peledak, peredaran narkotika, pintu masuk terrorisme, serta potensi konflik sosial dan politik. Hal ini penting agar kesaradaran untuk menjaga pulau-pulau kecil diperbatasan tetap ada, dan pualu-pulau kecil diperbatasan tidak dianggap sekedar halaman belakang.



























BAB IX

GLOBALISASI





A.  Pengertian dan Pentingnya Globalisasi bagi Indonesia
1. Pengertian globalisasi
Sebelum mengungkapkan apa itu globalisasi, cobalah kalian para siswa sekalian mengamati segala sesuatu yang ada di sekitar kalian, pasti akan menemukan banyak hal. Coba apa saja yang dapat kalian temukan. Bagus, kalian menemukan banyak orang yang sudah menggunakan telepon genggam, atau bahkan kalian sendiri sudah memegang telpon genggam ( handphone ). Di pasar atau swalayan kalin juga dapat menemukan apel merah dari Washington, anggur merah, ada kelengkeng, Durian Bangkok, semua itu didatangkan dari negara lain. 
Jika kita telusuri lebih jauh, semua gejala tersebut sesungguhnya menunjukkan bahwa masyarakat tempat kita hidup tidak dapat dilepaskan dari pengaruh kehidupan yang ada di sekitar kita yang lebih luas dan besar, yaitu masyarakat dunia. Dari gambaran yang  diungkap di muka, baik yang  berkenaan  dengan alat komunisasi yang bernama telepon genggam, buah-buahan maupun berbagai jenis makanan tersebut, menandakan bahwa sesungguhnya kita tidak dapat melepaskan diri dari keterikatan dengan bangsa atau negara lain. Beredarnya berbagai produk suatu negara di negara lain menandakan bahwa antara negara satu dengan negara lain di dunia ini berada dalam hubungan saling ketergantungan.
Melalui perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi apa yang terjadi di bagian lain dari  belahan dunia ini akan serta merta dapat diketahui oleh yang ada di belahan dunia lainnya, atau bahkan apa yang dihasilkan oleh suatu  negara  akan langsung sampai di negara lainnya.Dari berbagai gambaran di muka, tentunya kalian dapat merumuskan, apa yang dimaksud dengan globalisasi. 

Beberapa pengertian mengenai globalisasi berikut ini.
a.    Globaliasi dapat diartikan sebagai proses masuknya ke ruang lingkup dunia.
b.    Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia, merumuskan bahwa globalisasi adalah sebuah perubahan sosial, berupa bertambahnya keterkaitan di antara dan elemen-elemennya yang terjadi akibat dan perkembangan teknologi di bidang transportasi dan komunikasi yang memfasilitasi pertukaran  budaya dan ekonomi internasional.
c.    Globalisasi adalah proses, di mana berbagai peristiwa, keputusan dan kegiatan di belahan dunia yang satu dapat membawa konsekuensi penting bagi berbagai individu dan masyarakat  di belahan dunia yang lain.
d.   Globalisasi adalah proses meningkatnya aliran barang, jasa, uang dan gagasan melintasi batas-batas negara.
e.    Globalisasi adalah proses di mana perdagangan, informasi dan budaya semakin bergerak melintasi batas negara.
f.     Globalisasi adalah meningkatnya saling keterkaitan di antara berbagai belahan dunia melalui terciptanya proses ekonomi, lingkungan, politik,  dan pertukaran kebudayaan.
g.    Globalisasi merupakan gerakan menuju terciptanya pasar atau kebijakan yang melintasi batas nasional.




Tugas :
Setelah membaca berbagai peengertian tentang globalisasi, cobalah kalian coba sekali lagi membuat pengertian tentang globalisasi secara bebas dengan menggunakan kalimat kalian sendiri.

2. Globalisasi sebagai Proses
Menurut Sartono Kartodirjo, proses globalisasi sebenarnya merupakan gejala sejarah yang telah ada sejak jaman prasejarah. Beberapa contoh antara lain bangsa-bangsa dari Asia ke Eropa, ke Amerika, dari Asia ke Nusantara, dan lain-lain. Lebih lanjut Sartono menyatakan, bahwa berdasarkan perspektif sejarah, Indonesia sebenarnya telah lama mengalami proses globalisasi. Hal ini didasarkan pada kenyataan, Indonewsia yang terletak pada pewrsimpangan agama besar dan unsur-unsur peradaban dunia di masa lampau sesungguhnya tidak asing dalam menghadapi pelbagai proses akulturasi sebagai dampak pengaruh peradaban dunia beserta tradisi besarnya. Dalam hal ini secara relatif dapat dipakai istilah globalisasi, meskipun dalam skala belum sebesar sekarang.
Menurut Sartono, peristiwa-peristiwa dalam sejarah dunia yang meninggalkan proses globalisasi antara lain adalah :
a.    Ekspansi Eropa dengan navigasi dan perdagangan.
b.    Revolusi industri yang mendorong pencarian pasaran hasil industri.
c.    Pertumbuhan kolonialisme dan imperialisme.
d.   Pertumbuhan kapitalisme.
e.    Pada masa pasca Perang Dunia II meningkatlah telekomunikasi serta transportasi mesin jet.
Sekarang ini globalisasi berkembang dalam skala yang luas, dan dipercepat oleh mengalirnya arus informasi secara bebas.

3. Pentingnya Globalisasi bagi Indonesia
Sebagai anggota masyarakat dunia, Indonesia pasti tidak dapat mengisolasi diri dari pergaulan internasional, dan tidak akan mengisolasi diri dari pergaulan internasional. Andaikata isolasi diri itu terjadi, sudah dapat dipastikan Indonesia tidak akan mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Ini artinya apa? Artinya tidak lain adalah bahwa di dalam hubungan internasional terjadi apa yang dinamakan saling ketergantungan antara negara satu dengan negara lainnya.
Globalisasi memang sering digambarkan sebagai sebuah gejala ekonomi, terutama yang ditandai dengan munculnya banyak perusahaan multinasional, yang beroperasi melintasi batas-batas wilayah negara, dan ini mempengaruhi proses produksi dan penyebaran tenaga kerja internasional. Namun sesungguhnya gambaran ini tidak sepenuhnya benar, sebab selain faktor ekonomi, juga faktor politik, sosial dan budaya. Semua unsur itu digerakkan oleh perkembangan informasi dan teknologi komunikasi yang telah mampu meningkatkan kecepatan dan lingkup hubungan antar manusia di seantero penjuru dunia.
Contoh yang masih sangat aktual adalah, apa yang beberapa waktu yang lalu terjadi di Yogyakarta, tepatnya peristiwa tanggal 27 Mei 2006, yaitu gempa bumi. Dalam waktu sekejap, apa yang terjadi di Yogyakarta tersebut langsung dapat diketahui oleh hampir seluruh manusia yang ada di  dunia ini. Contoh lain adalah perebutan piala dunia sepakbola yang baru saja berlalu yang diselenggarakan di Jerman. Hampis semua mata yang ada dapat menyaksikan pertandingan tersebut tanpa langsung datang ke Jerman.
Dari sedikit contoh ini kita tahu, bahwa globalisasi sesungguhnya telah merambah ke segenap bidang kehidupan kita.
Apa arti pentingnya globalisasi bagi Indonesia?
Indonesia dapat mengambil manfaat dari kemajuan-kemajuan yang telah dicapai oleh bangsa atau negara lain, untuk diterapkan di Indonesia. Sudah barang tentu tidak semua kemajuan yang dialami bangsa lain dapat langsung kita ambil atau kita tiru begitu saja. Indonesia mestinya hanya akan mengambil kemajuan dari sisi positifnya saja, baik itu kemajuan di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, maupun teknologi.
Tugas:
Cobalah kelas kalian bentuk kelompok-kelompok yang masing-masing beranggotakan lima orang. Diskusikan dalam kelompok kalian hal-hal berikut ini:

a.  Carilah kemajuan-kemajuan yang telah dicapai oleh negara-negara tetangga kita maupun negara-negara maju di bidang :
1.      Politik.
2.      Ekonomi.
3.      Sosial.
4.      Budaya.
5.      Teknologi.
Dari contoh-contoh tersebut, coba klasifikasikan, mana yang perlu diambil atau ditiru oleh bangsa Indonesia.
mana yang tidak perlu ditiru oleh bangsa Indonesia!

B.   Politik Luar Negeri dalam Hubungan Internasional di Era Global
1.    Arti Politik Luar Negeri
Tahukah kalian, apakah yang hendak diperjuangkan atau dipertahankan oleh suatu negara dalam forum internasional ? Jawabannya tidak lain adalah kepentingan nasional.Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kepentingan nasional merupakan kunci dalam politik luar negeri.
Apakah politik luar negeri itu ? Secara sederhana politik luar negeri diartikan sebagai skema atau pola dari cara dan tujuan secara terbuka dan tersembunyi dalam aksi negara tertentu berhadapan dengan  negara lain atau sekelompok negara lain. Politik luar negeri merupakan perpaduan dari tujuan atau kepentingan nasional dengan power dan kapabilitas ( kemampuan).
Politik luar negeri adalah strategi dan taktik yang digunakan oleh suatu negara dalam hubungannya dengan negara-negara lain. Dalam arti luas, politik luar negeri adalah pola perilaku yang digunakan oleh suatu negara dalam hubungannya dengan negara-negara lain. Dia berhubungan dengan proses pembuatan keputusan untuk mengikuti pilihan jalan tertentu.
Menurut buku Rencana Strategi Pelaksanaan Politik Luar Negeri RI (1984-1988), politik luar negeri diartikan sebagai "suatu kebijaksanaan yang diambil oleh pemerintah dalam rangka hubungannya dengan dunia internasional dalam usaha untuk mencapai tujuan nasional. Melalui politik luar negeri, pemerintah memproyeksikan kepentingan nasionalnya ke dalam masyarakat antar bangsa".
Dari uraian di muka sesungguhnya dapat diketahui bahwa tujuan politik luar negeri adalah untuk mewujudkan kepentingan nasional. Tujuan tersebut memuat gambaran mengenai keadaan negara dimasa mendatang serta kondisi masa depan yang diinginkan.
Pelaksanaan politik luar negeri diawali oleh penetapan kebijaksanaan dan keputusan dengan mempertimbangkan pertimbangan-pertimbangan yang didasarkan pada faktor-faktor nasional sebagai faktor internal serta faktor-faktor internasional sebagai faktor eksternal.
  1. Politik Luar Negeri RI
a.  Dasar Hukum
Dasar hukum pelaksanaan politik luar negeri RI tergambarkan secara jelas di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea I dan alinea IV. Alinea I menyatakan bahwa .…kemerdekaan ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan. Selanjutnya pada alinea IV dinyatakan bahwa ….dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial …..
Dari dua kutipan di atas, jelaslah bahwa politik luar negeri RI mempunyai landasan atau dasar hukum yang sangat kuat, karena diatur di dalam Pembukaan UUD 1945.
b.   Sejarah Kelahiran Politik Luar Negeri RI yang Bebas Aktif
Sejarah kemerdekaan Republik Indonesia diawali oleh berbagai peristiwa yang terjadi, baik di dalam maupun di luar wilayah Indonesia sendiri (waktu itu Hindia Belanda). Di dalam, diawali dari kesadaran bangsa Indonesia, bahwa perjuangan yang tidak terorganissasi akan mengalami kegagalan. Itulah sebabnya sejak 1905 bangsa Indonesia mulai berjuang lewat organisasi. Mula-mula lahirlah Serikat Dagang Islam, kemudian tahun 1908 ( tepatnya tanggal 20 Mei ) lahir Boedi Oetomo, dan ini dianggap sebagai awal kebangkitan nasional. Sejak saat itu lahirlah berbagai organisasi, baik organisasi sosial keagamaan maupun organisasi politik. Berbagai organisasi tersebut, dalam perjuangannya ada yang menggunakan prinsip kooperatif dengan penjajah Belanda, namun ada juga yang menggunakan prinsip non kooperatif. Perjuangan lewat organisasi ini terus tetap dijalankan pada masa pendudukan Jepang.
Sementara itu, peristiwa internasional yang terjadi adalah meletusnya Perang Dunia II pada tahun 1939, yaitu antara dua blok kekuatan. Kedua blok tersebut adalah negara-negara Poros dengan negara-negara Sekutu. Pada awal peperangan kemenangan selalu diraih oleh pihak negara-negara Poros. Bagian dari Perang Dunia II ini yang terjadi di Asia dikenal dengan sebutan Perang Asia Timur Raya atau Perang Pasifik. Pada awalnya kemenangan Perang Asia Timur Raya ini ada di fihak Jepang, sehingga dalam waktu yang sangat singkat Jepang dapat menguasai hampir seluruh wilayah Asia Tenggara, termasuk  Indonesia.
Kemenangan Jepang ini tidak berlangsung lama, karena dalam perang Pasifik, angkatan perang Amerika Serikat di bawah komando Jenderal Mc. Arthur dan Laksamana Chester Nimitz berhasil menggulung angkatan perang Jepang ; sedangkan Laksamana Lord Louis Mountbatten menyerbu Birma dari Barat, dan bergerak ke Asia Tenggara. Dari Saipan dan Okinawa, angkatan udara Amerika Serikat membom kota-kota di Jepang. Pada tanggal 6 Agustus 1945 bom pertama dijatuhkan di kota Hiroshima, sedangkan bom kedua dijatuhkan di kota Nagasaki tanggal 9 Agustus 1945. Di antara kedua petistiwa pemboman tersebut Uni Soviet menyatakan perang terhadap Jepang, yaitu pada tanggal 8 Agustus 1945. Berangkat dari pengeboman kedua kota itulah, akhirnya Jepang pada tanggal 15 Agustus 1945 menyatakan menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Dengan demikian berakhirlah Perang Asia Timur Raya.
Dengan menyerahnya Jepang kepada Sekutu, maka di Indonesia terjadi kekosongan kekuasan. Kesempatan ini digunakan oleh para pemimpin bangsa Indonesia untuk mempersiapkan lebih matang kemerdekaannya. Dan tepat pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia menyatakan diri sebagai bangsa yang merdeka.
Perang Dunia II  membawa perubahan mendasar dalam situasi internasional, yaitu beralihnya pusat kekuasaan dunia dari Eropa di satu pihak ke Amerika Serikat, dan di pihak lain ke Uni Soviet. Sejak saat itu muncullah dua kekuatan raksasa dunia.
Kedua kekuatan raksasa tersebut mempunyai sistem dan kepentingan yang berbeda, sehingga di antara keduanya terjadi perselisihan pendapat. Perselisihan itu sesungguhnya telah terlihat pada masa-masa menjelang berakhirnya Perang Dunia II, khususnya dalam menentukan nasib negara-negara yang kalah perang. Perselisihan tersebut mencapai puncaknya setelah berakhirnya Perang Dunia II. Perkembangan hubungan kedua negara raksasa  yang mewakili kedua blok yang ada dalam masa pasca perang dikenal dengan nama  Perang Dingin.
Dalam suasana Perang Dingin ini kedua kekuatan raksasa tersebut berlomba-lomba menyusun dan mengembangkan kemampuannnya di segala bidang kehidupan, baik bidang ekonomi, sosial, budaya, politik maupun militer. Perkembangan lebih lanjut kedua negara raksasa menyibakkan negara-negara yang ada di dunia ke dalam dua blok yang satu sama lain saling bersaing dalam menanamkan pengaruhnya. Uni Soviet mulai menanamkan pengaruh dan mengembangkan sayapnya ke Eropa Timur, RRC, Korea Utara dan Vietnam.
Atas ekspansi Uni Soviet tersebut, Amerika Serikat menjadi gusar. Ia sadar bahwa negara-negara Eropa serta benua lainnya yang rusak akibat perang akan mudah dikuasai Uni Soviet lewat partai komunis setempat. Untuk mencegah ekspansi tersebut, Amerika Serikat melakukan serangkaian tindakan yang dituangkan ke dalam bentuk rencana bantuan ekonomi yang dikenal dengan Marshall Plan. Dalam bidang pertahanan, Amerika Serikat mengadakan berbagai aliansi militer, yaitu di Eropa Barat dengan NATO-nya, CENTO di Timur Tengah serta SEATO di Asia Tenggara.
Sementara itu, untuk mengimbangi pakta pertahanan yang dimotori Amerika Serikat, Uni Soviet pun membentuk pakta pertahanan di Eropa Timur yang diberi nama Pakta Warsawa.
Pembagian dunia yang seolah-olah hanya terdiri atas dua blok tersebut, masing-masing menuntut agar semua negara yang ada di dunia menjatuhkan pilihannya kepada salah satu blok. Pilihan itu adalah demikian ketatnya, sehingga sikap tidak pro sudah dianggap anti, sedangkan sikap netral dikutuk .
Bagi pemerintah Indonesia pada awal kemerdekaan, menghadapi keadaan seperti itu dengan keraguan. Meskipun amanat alinea I dan aline IV Pembukaan UUD 1945 cukup jelas, namun karena keadaan yang belum memungkinkan, maka belum mempunyai sikap yang tegas.
Perkembangan selanjutnya, Pemerintah Republik Indonesia menghadapi berbagai kesulitan. Perundingan dengan Pemerintah Belanda yang dihadiri oleh komisi Tiga Negara ( KTN ) dari PBB terputus, karena Belanda menolak usul Critchly - Dubois; sementara oposisi dari Front Demokrasi Rakyat  ( FDR ) - PKI yang dipimpin oleh Muso semakin menghebat. FDR - PKI mengusulkan, agar dalam meyikapi pertentangan antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet tersebut pihak Pemerintah RI memihak kepada Uni Soviet.
Untuk menanggapi sikap FDR - PKI tersebut maka Wakil Presiden Mohammad Hatta yang waktu itu memimpin Kabinet Presidensiil dalam memberikan keterangannya di depan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) tanggal 2 September 1948 mengemukakan pernyataan yang merupakan penjelasan pertama tentang politik luar negeri Republik Indonesia, yaitu "Politik Bebas Aktif". Mohammad Hatta mengemukakan : …… mestikah kita bangsa Indonesia, yang memperjuangkan kemerdekaan bangsa dan negara kita, hanya harus memilih antara pro Rusia atau Pro Amerika? Apakah tak ada pendirian yang harus kita ambil dalam mengejar cita-cita kita? Pemerintah berpendapat bahwa pendirian yang harus kita ambil ialah supaya kita jangan menjadi objek dalam pertarungan politik internasional, melainkan kita harus tetap menjadi subjek yang menentukan sikap kita sendiri, berhak memperjuangkan tujuan kita sendiri, yaitu Indonesia merdeka seluruhnya.
Selanjutnya Mohammad Hatta mengemukakan “ . . . .  Perjuangan kita harus diperjuangkan di atas dasar semboyan kita yang lama : Percaya akan diri sendiri dan berjuang atas kesanggupan kita sendiri. Ini tidak berarti bahwa kita tidak akan mengambil keuntungan dari pergolakan politik internasional. Memang tiap-tiap politik untuk mencapai kedudukan negara yang kuat ialah mempergunakan pertentangan internasional yang ada itu untuk mencapai tujuan nasional. Belanda berbuat begitu, ya segala bangsa sebenarnya berbuat semacam itu, apa sebab kita tidak akan melakukannya? Tiap-tiap orang di antara kita tentu ada mempunyai simpati terhadap golongan ini atau golongan itu, akan tetapi perjuangan bangsa tidak bisa dipecah dengan menurut simpati saja, tetapi hendaknya didasarkan kepada realitas, kepada kepentingan negara kita setiap waktu.”
"…..Jika perjuangan ini ditinjau dari jurusan komunisme, memang benar pendirian bahwa segala-galanya didasarkan kepada politik Soviet Rusia. Bagi seorang komunis, Soviet Rusia adalah modal untuk mencapai segala cita-citanya, karena dengan Soviet Rusia bangun atau jatuhnya perjuangan komunisme. Soviet Rusia adalah pelopor dalam menyelenggarakan idealnya, sebab itu diutamakannya. Kalau perlu untuk memperkuat kedudukan Soviet Rusia, segala kepentingan di luar Soviet Rusia dikorbankan, terhitung juga kepentingan kemerdekaan negara-negara jajahan, sebagaimana terjadi pada tahun 1935 dan seterusnya. Sebab menurut pendapat mereka, apabila Soviet Rusia yang dibantu tadi sudah mencapai kemenangannya dalam pertempurannya dengan imperialisme, kemerdekaan itu akan datang dengan sendirinya.
Tidak demikian pendirian seorang nasionalis, sekalipun pandangan kemasyarakatannya berdasarkan sosialisme. Dari jurusan politik nasional kemerdekaan itulah yang terutama, sehingga segala tujuan dibulatkan kepada perjuangan mencapai kemerdekaan. Perhitungan yang terutama ialah, betapa aku akan mencapai kemerdekaan bangsaku selekas-lekasnya. Dan dengan sendirinya perjuangannya itu mengambil dasar lain daripada perjuangan yang dianjurkan oleh seorang komunis. Kemerdekaan nasional terutama, siasat perjuangan disesuaikan dengan keadaaan. Oleh karena itu tidak dengan sendirinya ia memilih antara dua aliran yang bertentangan. Betapa juga besar simpatinya kepada aliran yang lebih dekat padanya, ia tetap memilih langkah sendiri dalam menghadapi soal-soal kemerdekaan.
Sebagai bangsa yang baru kita mempunyai banyak kelemahan dibandingkan dengan dua raksasa, Amerika Serikat dan Soviet Rusia, menurut anggapan pemerintah kita harus tetap mendasarkan perjuangan kita dengan adagium: percaya kepada diri dan berjuang atas tenaga dan  kesanggupan yang ada pada kita”.
Keterangan Wakil Presiden dihadapan sidang BPKNIP sama sekali  tidak menyebutkan atau menggunakan kata-kata politik bebas aktif. Namun makna bebas aktif dapat disimak dari judul keterangannya  "Mendayung antara Dua Karang " yang artinya tidak lain dari politik bebas aktif. Mendayung sama artinya dengan upaya ( aktif ), dan "diantara dua karang" adalah tidak terikat oleh dua kekuatan adikuasa yang ada ( bebas )

Tugas!
Tugas kalian adalah mendiskusikan dalam kelompok hal berikut ini : Apa yang melatarbelakangi Bung Hatta menyampaikan keterangan di depan BPKNIP tanggal 2 September l948 dengan judul “Mendayung di antara Dua Karang”.

Politik luar negeri yang bebas dan aktif sebagaimana telah dicanangkan oleh Mohammad Hatta dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia terus mengalami perkembangan. Kabinet Natsir, pada bulan September 1950 memberi keterangan di depan Parlemen, dengan meninjau politik luar negeri dari segi pertentangan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet.
Dalam keterangan tersebut antara lain disebutkan: Antara dua kekuasaan yang timbul, telah muncul persaingan atas dasar pertentangan ideologi dan haluan yang semakin meruncing. Kedua belah pihak sedang mencari dan mendapatkan kawan atau sekutu, membentuk golongan atau blok: Blok Barat dan Blok Timur.
Dengan demikian pertentangan paham dan haluan makin meluas dan mendalam, sehingga menimbulkan keadaan perang dingin dan dikuatirkan sewaktu-waktu akan menyebabkan perang di daerah perbatasan antara dua pengaruh kekuasaan itu. Dalam keadaan yang berbahaya itu Indonesia telah memutuskan untuk melaksanakan politik luar negeri yang bebas. Dalam menjalankan politik yang bebas itu kepentingan rakyatlah yang menjadi pedomannya, di samping itu pemerintah akan berusaha untuk membantu tiap-tiap usaha untuk mengembalikan perdamaian dunia, tanpa jadi politik oportunis yang hanya didasarkan perhitungan laba dan rugi, dan tidak berdasarkan cita-cita luhur.
Keterangan Kabinet Natsir tersebut mempertegas apa yang telah diungkapkan oleh Hatta pada tanggal 2 September 1948. Meskipun pada keterangan tersebut hanya dikemukakan politik luar negeri yang bebas, namun keterangan di belakang kata politik luar negeri yang bebas tersebut sesungguhnya mengandung makna aktif (…….. pemerintah  akan berusaha untuk membantu tiap-tiap usaha untuk mengembalikan perdamaian dunia ….).
Selanjutnya Kabinet Sukiman pada bulan Mei 1951 juga memberikan keterangan di muka parlemen, yang antara lain mengatakan : Politik luar negeri RI tetap berdasarkan Pancasila, pandangan hidup bangsa yang menghendaki perdamaian dunia. Pemerintah akan memelihara hubungan persahabatan dengan setiap negara dan bangsa yang menganggap Indonesia sebagai negara dan bangsa bersahabat, berdasarkan harga menghargai, hormat menghormati. Berhubung dengan adanya ketegangan politik, yaitu antara Blok Uni Soviet dan Blok Amerika Serikat, maka pemerintah Indonesia tidak akan menambah ketegangan itu dengan turut campur dalam perang dingin yang merajalela antara dua blok itu. Atas pendirian di muka, maka Republik Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB ) tentu menggunakan forum PBB tersebut untuk membela cita-cita perdamaian dunia.
Pada bulan Mei 1952 Kabinet Wilopo menerangkan kepada Parlemen antara lain : …..asal mulanya pemerintah menyatakan sikap bebas dalam perhubungan luar negeri, ialah untuk menegaskan bahwa berhadapan dengan kenyataan adanya dua aliran bertentangan dalam kalangan internasional yang mewujudkan dua blok yaitu Blok Barat dengan Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya dan Blok Timur dengan Uni Soviet dan teman-temannya.
Republik Indonesia bersifat bebas dengan makna :
a.        Tidak memilih salah satu pihak untuk selamanya dengan mengikat diri kepada salah satu blok dalam pertentangan itu, dan
b.        Tidak mengikat diri untuk selamanya; akan tidak campur tangan atau bersifat netral dalam tiap-tiap peristiwa yang terbit dari pertentangan antara dua blok itu tadi.
Demikianlah penegasan demi penegasan mengenai politik luar negeri Republik Indonesia. Namun di dalam perjalanan sejarahnya, ternyata politik luar negeri yang bebas aktif tersebut mengalami penyimpangan, yaitu pada masa pemerintah Orde lama (1960-1965). Pada masa tersebut Republik Indonesia semakin terikat pada blok komunis, sedangkan negara-negara blok barat dimusuhi dan dicap sebagai "nekolim", kolonialisme-imperialisme gaya baru. Persahabatan dan perdamaian di dunia menjadi berkonfrontasi dengan negara serumpun mengganyang Malaysia. Pada masa Orde Lama itu muncullah apa yang dikenal dengan nama poros Jakarta - Pnom Penh - Hanoi - Peking - Pyongyang, dan berakhir pada klimaksnya peristiwa pemberontakan komunis dengan G. 30.S / PKI nya pada tanggal 30 September 1965.    
 
c. Politik Luar Negeri Bebas Aktif pada Masa Orde Baru
 Meletusnya pemberontakan G.30.S/PKI menimbulkan banyak korban, terutama korban jiwa. Akibatnya muncullah berbagai tuntutan yang disponsosri oleh berbagai kesatuan aksi dengan tuntutannya yang terkenal "TRITURA" (Tri Tuntutan Rakyat ), yaitu bubarkan PKI, turunkan harga dan reshuffle kabinet.
Tuntutan pertama dapat dipenuhi pada tanggal 12 Maret 1966. Dan segera setelah itu pada bulan Juni sampai Juli 1966 Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (setelah anggota-anggotanya diperbarui) menyelenggarakan sidang umum dengan menghasilkan sebanyak 24 ketetapan. Salah satu ketetapan MPRS tersebut adalah ketetapan No.XII/MPRS/1966 tentang Penegasan Kembali Landasan Kebijaksanaan Politik Luar Negeri RI.

Di dalam ketetapan tersebut antara lain diatur hal-hal sebagai berikut :
1)        Bebas-aktif, anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya danikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
2)        Mengabdi kepada kepentingan nasional dan Amanat Penderitaan Rakyat.

Politik Luar Negeri Bebas Aktif bertujuan :
Mempertahankan kebebasan Indonesia terhadap imperialis dan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya dan menegakkan ketiga segi kerangka tujuan Revolusi, yaitu :
1)        Pembentukan satu Negara Republik Indonesia yang berbentuk Negara Kesatuan dan Negara Kebangsaan yang demokratis, dengan wilayah kekuasaan dari Sabang sampai ke Merauke.
2)        Pembentukan satu masyarakat yang adil dan makmur material dan spiritual dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia itu.
3)        Pembentukan satu persahabatan yang baik antara Republik Indonesia dan semua negara di dunia, terutama sekali dengan negara-negara Afrika dan Asia atas dasar bekerjasama membentuk satu dunia baru yang bersih dari imperialisme dan kolonialisme menuju kepada perdamaian dunia yang sempurna.
Kemudian secara berturut-turut penegasan politik luar negeri yang bebas-aktif oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat selalu dipertegas dalam setiap kali menyelenggarakan sidang umum, baik Sidang Umum 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, 1998 maupun dalam Sidang Umum MPR 1999. Penegasan politik Luar Negeri Bebas-Aktif yang dituangkan di dalam Ketetapan MPR No.IV/MPR/1973 Bab III huruf B Arah Pembangunan Jangka Panjang, di sana ditegaskan: Dalam bidang politik luar negeri yang bebas aktif diusahakan agar Indonesia terus dapat meningkatkan peranannya dalam memberikan sumbangannya untuk turut serta menciptakan perdamaian dunia yang abadi, adil dan sejahtera.
Rumusan tersebut dipertegas lagi pada bab IVD (Arah dan Kebijaksanaan Pembangunan) huruf c bidang politik. Aparatur Pemerintah, Hukum dan Hubungan Luar Negeri, di mana dalam hal hubungan luar negeri diatur dalam hal-hal sebagai berikut:
1)        Terus melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif dengan mengabdikannya kepada Kepentingan Nasional, khususnya pembangunan ekonomi.
2)        Mengambil langkah-langkah untuk memantapkan stabilitas wilayah Asia Tenggara dan Pasifik Barat Daya, sehingga memungkinkan negara-negara di wilayah ini mampu mengurus masa depannya sendiri melalui pengembangan ketahanan nasionalnya masing-masing, serta memperkuat wadah dan kerjasama antara negara-negara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara.
3)        Mengembangkan kerjasama untuk maksud-maksud damai dengan semua negara dan badan-badan internasional dan lebih meningkatkan peranannya dalam membantu bangsa-bangsa yang sedang memperjuangkan kemerdekaannya tanpa mengorbankan Kepentingan dan Kedaulatan Nasional.
d. Politik Luar Negeri Bebas Aktif di Era Reformasi
Sidang Umum MPR 1999 juga kembali mempertegas politik luar negeri ini. Dalam ketetapan MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN, Bab IV Arah Kebijakan, huruf C angka 2 tentang Hubungan Luar Negeri, dirumuskan hal-hal sebagai berikut:
1)        Menegaskan arah politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif dan berorientasi pada kepentingan nasional, menitik beratkan pada solidaritas antar negara berkembang, mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa-bangsa, menolak penjajahan dalam segala bentuk, serta meningkatkan kemandirian bangsa dan kerjasama internasional bagi kesejahteraan rakyat.
2)        Dalam melakukan perjanjian dan kerjasama internasional yang menyangkut kepentingan dan hajat hidup rakyat banyak harus dengan persetujuan lembaga perwakilan rakyat.
3)        Meningkatkan kualitas dan kinerja aparatur luar negeri agar mampu melakukan diplomasi pro-aktif dalam segala bidang untuk membangun citra positif Indonesia di dunia internasional, memberikan perlindungan dan pembelaan terhadap warga negara dan kepentingan Indonesia, serta memanfaatkan setiap peluang positif bagi kepentingan nasional.
4)        Meningkatkan kualitas diplomasi guna mempercepat pemulihan ekonomi dan pembangunan nasional, melalui kerjasama ekonomi regional maupun internasional dalam rangka stabilitas, kerjasama dan pembangunan kawasan.
5)        Meningkatkan kesiapan Indonesia dalam segala bidang untuk menghadapi perdagangan bebas, terutama dalam menyongsong pemberlakuan AFTA, APEC dan WTO.
6)        Memperluas perjanjian ekstradisi dengan negara-negara sahabat serta memperlancar prosedur diplomatik dalam upaya melaksanakan ekstradisi bagi penyelesaian perkara pidana.
7)        Meningkatkan kerjasama dalam segala bidang dengan negara tetangga yang berbatasan langsung dan kerjasama kawasan ASEAN untuk memelihara stabilitas, pembangunan dan kesejahteraan.
e. Ciri-ciri Politik Bebas Aktif RI
Dalam berbagai uraian tentang politik Luar Negeri yang bebas aktif , maka Bebas dan Aktif tersebut disebut sebagai sifat politik luar negeri RI . Bahkan di belakang kata bebas dan aktif masih ditambahkan dengan sifat-sifat yang lain, misalnya anti kolonialisme, anti imperialisme.
Dalam dokumen Rencana Strategi Pelaksanaan Politik Luar Negeri RI (1984-1989) yang telah ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri RI tanggal 19 Mei 1983, dijelaskan bahwa sifat Politik Luar Negeri adalah: (1) bebas Aktif…. (2) Anti kolonialisme….. (3) Mengabdi kepada Kepentingan Nasional dan……..(4) Demokratis.
Dalam risalah Politik Luar Negeri yang disusun oleh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Masalah Luar Negeri Departemen Luar Negeri, Suli Sulaiman ….yang disebut sifat politik luar negeri hanya Bebas Aktif serta anti kolonialisme dan anti Imperialisme. Sementara M. Sabir lebih cenderung untuk menggunakan istilah ciri-ciri dan sifat secara terpisah. Menurutnya, ciri atau ciri-ciri khas biasanya disebut  untuk sifat yang lebih permanen, sedangkan kata sifat memberi arti sifat biasa yang dapat berubah-ubah. Dengan demikian karena bebas dan aktif merupakan sifat yang melekat secara permanen pada batang tubuh politik bebas aktif, penulis menggolongkannya sebagai ciri-ciri politik bebas-aktif sedangkan Anti  Kolonialisme dan Anti Imperialisme menyebutnya sebagai sifat.
f.  Pengertian Politik Bebas Aktif RI
Sebagaimana telah diuraikan terdahulu, rumusan yang ada pada alinea I dan alinea IV Pembukaan UUD 1945 merupakan dasar hukum yang sangat kuat bagi politik luar negeri RI. Namun dari rumusan tersebut, kita belum mendapatkan gambaran mengenai makna politik luar negeri yang bebas aktif. Karena itu dalam uraian ini akan dikutip beberapa pendapat mengenai pengertian bebas dan aktif .
A.W Wijaya merumuskan : Bebas, berarti tidak terikat oleh suatu ideologi atau oleh suatu politik negara asing atau oleh blok negara - negara tertentu, atau negara-negara adikuasa (super power). Aktif artinya dengan sumbangan realistis giat mengembangkan kebebasan persahabatan dan kerjasama internasional dengan menghormati kedaulatan negara lain.
Sementara itu Mochtar Kusumaatmaja merumuskan bebas aktif sebagai   berikut:                                                                      
·         Bebas : dalam pengertian bahwa Indonesia tdak memihak pada kekuatan-kekuatan yang pada dasarnya tidak sesuai dengan kepribadian bangsa sebagaimana dicerminkan dalam Pancasila.                
·         Aktif : berarti bahwa di dalam menjalankan kebijaksanaan luar negerinya, Indonesia tidak bersifat pasif-reaktif atas kejadian-kejadian internasionalnya, melainkan bersifat aktif .
B.A Urbani  menguraikan pengertian bebas sebagai berikut : perkataan bebas dalam politik bebas aktif tersebut mengalir dari kalimat yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai berikut : supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas. Jadi menurut pengertian ini, dapat diberi definisi sebagai "berkebebasan politik untuk menentukan dan menyatakan pendapat sendiri, terhadap tiap-tiap persoalan internasional sesuai dengan nilainya masing-masing tanpa apriori memihak kepada suatu blok".
g.  Tujuan Politik Luar Negeri RI
 Di dalam dokumen yang berhasil disusun oleh pemerintah yang dituangkan di dalam Rencana Strategi Politik Luar negeri RI (1984-1989) antara lain dinyatakan bahwa politik Luar negeri suatu negara hakekatnya merupakan salah satu sarana untuk mencapai kepentingan nasional. Sedangkan di Indonesia,   jika dicermati, rumusan pokok kepentingan nasional itu dapat dicari dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945, yaitu bahwa bangsa Indonesia diamanatkan untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang menyelenggarakan empat fungsi sebagai berikut :
1)      Fungsi Hankam; dalam hal ini adalah melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.
2)      Fungsi Ekonomi, yaitu memajukan kesejahteraan umum.
3)      Fungsi Sosial dan Budaya, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
4)      Fungsi Politik, yaitu pada rumusan kalimat……..ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Keempat fungsi pokok tersebut sesungguhnya sekaligus juga merupakan tujuan nasional bangsa Indonesia.

3. Peranan Indonesia dalam Percaturan Internasional.
Kalian tentunya masih ingat apa sifat politik luar negeri Indonesia. Bebas aktif kan? Dalam rangka mewujudkan politik luar negeri yang bebas dan aktif itulah, maka Indonesia memainkan sejumlah peran dalam percaturan internasional. Peran yang cukup menonjol yang dimainkan oleh Indonesia adalah dalam rangka membantu mewujudkan pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional. Dalam hal ini Indonesia sudah cukup banyak pengirimkan Kontingen Garuda ( KONGA ) ke luar negeri. Sampai sekarang ini Indonesia telah mengirimkan kontingen garudanya sampai dengan kontingen garuda yang ke duapuluh ( XX ).
Dan dalam waktu dekat akan segera dikirimkan kontingen garuda ke Libanon, meskipun hal ini tidak disetujui oleh Israel.Secara garis besar kontingen garuda yang telah dikirim ke luar negeri secara berturut-turut adalah :
·         Konga I bertugas di Mesir, yang dikirim pada bulan Nopember  l956, dengan tugas mengamankan dan mengawasi genjatan senjata di Mesir.
·         Konga II  dikirim pada bulan September l960 yang bertugas di Kongo. Tugas ini diembannya sampai bulan Mei l961
·         Konga III dikirim ke Kongo pada bulan Desember l963 sampai Agustus    l964
·         Konga IV,  Konga V dan Konga VII di kirim ke Vietnam, dan bertugas  mulai bulan Januari l974.
·         Konga VI, dikirim ke Sinai, Mesir, bertugas dari bulan Agustus l973    sampai April l974.
·         Konga VIII, ke Sinai, Mesir, pada bulan September l974 .
·         Konga IX, ke Irak-Iran, pada bulan Agustus l988 sampai bulan Nopember  l990.
·         Konga X, ke Namibia, pada bulan Juni l989 sampai Maret l990.
·         Konga XI, ke perbatasan Irak-Kuwait, pada bulan April l991 sampai      Nopember l991.
·         Konga XII, ke Kamboja, pada bulan Oktober l991 sampai Mei l993
·         Konga XIII, ke Somalia, pada bulan Juli l992 sampai April l993
·         Konga XIV, ke Bosnia Herzegovina, bulan Nopember l993 sampai  Nopember l995
·         Konga XV, ke Georgia, bulan Oktober l994 sampai Nopember l995
·         Konga XVI, ke Mozambik, tahun l994.
·         Konga XVII, ke Philipina, Oktober l994 sampai Nopember l994
·         Konga XVIII, ke Tajikistan, Nopember l997.
·         Konga XIX, yang terdiri atas XIX-1, XIX-2, XIX-3 dan XIX-4, bertugas di  Siera Leone, mulai l999 sampai 2002
·         Konga XX, bertugas di Republik Demokratik Kongo, tahun 2005
Selain pengiriman Kontingen Garuda, Indonesia juga mempunyai sumbangan yang cukup berarti bagi penyelesaian sengketa yang terjadi di Kamboja, dengan menyelenggarakan Pertemuan Informal Jakarta (Jakarta Informal Meeting) I dan II.Indonesia juga pernah menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan, menjadi anggota Badan Tenaga Atom Internasional. Salah seorang putra terbaik Indonesia juga pernah memegang jabatan Presiden Majelis Umum PBB yaitu Adam Malik tahun 1971.
Indonesia juga menjadi sponsor dan sekaligus tuan rumah diselenggarakannya Konferensi Asia Afrika di Bandung tahun l955; menjadi salah satu sponsor lahirnya Gerakan Nonblok, juga sponsor lahirnya organisasi regional Asia Tenggara “ASEAN”.
Apa yang diuraikan di muka adalah sejumlah contoh yang menggambarkan bagaimana peranan Indonesia di dalam percaturan internasional.

C. Dampak Globalisasi Terhadap Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan bernegara
Sekarang ini kita sudah berada dalam era globalisasi, tentu saja kita tidak akan dapat melepaskan diri dari globalisasi ini. Sudah barang tentu globalisasi ini akan berdampak terhadap kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 
1.        Dampak globalisasi ekonomi
Pada bagian awal telah diungkapkan selintas bagaimana produk-produk negara lain memasuki pasar kita. Itu merupakan tanda yang menunjukkan terjadinya globalisasi ekonomi. Globalisasi ekonomi ini sesungguhnya didukung oleh sebuah kekuatan yang luar biasa hebatnya, yaitu apa yang disebut liberalisme ekonomi, yang sering juga disebut kapitalisme pasar bebas.
Kapitalisme adalah suatu sistem ekonomi yang mengatur proses produksi dan pendistribusian barang dan jasa. Kapitalisme ini mempunyai tiga ciri pokok, yaitu pertama, sebagian besar sarana produksi dan distribusi dimiliki oleh individu;kedua, barang dan jasa diperdagangkan di pasar bebas yang bersifat kompetitif; ketiga, modal diinvestasikan ke dalam berbagai usaha untuk menghasilkan laba.
Bagi negara-negara berkembang, hal tersebut jelas akan sangat merugikan, karena produk dalam negerinya tidak akan mampu bersaing dengan produk negara maju.
Selain itu, bagi masyarakat, yang mengikuti pola hidup yang konsumtif, akan langsung menggunakan apa saja yang datang dari negara lain, karena barangkali itu yang dianggap paling baik, juga sebagai pertanda sudah memasuki kehidupan yang modern.
Jika dilihat dari kacamata yang positif, maka globalisasi akan mempunyai dampak yang menyenangkan, karena dengan globalisasi di bidang ekonomi,  orang akan secara mudah memperoleh barang konsumtif yang dibutuhkan, membuka lapangan kerja bagi yang memiliki ketrampilan, dapat mempermudah proses pembangunan industri, juga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
2.        Dampak Globalisasi sosial budaya
Dalam bidang sosial dan budaya, dampak globalisasi antara lain adalah meningkatnya individualisme, perubahan pada pola kerja, terjadinya pergeseran nilai kehidupan dalam masyarakat. Selain itu juga dapat mempercepat perubahan pola kehidupan bangsa.
3.        Dampak globalisasi politik
Dalam bidang politik, dampak globalisasi antara lain adalah dengan perubahan sistem kepartaian yang dianut, sehingga memunculkan adanya partai baru-partai baru; kesadaran akan perlunya jaminan perlindungan hak asasi manusia, terjadinya perubahan sistem ketatanegaraan, pelaksanaan pemilihan umum untuk anggota–anggota parlemen, pemilihan Presiden dan Wapres, Pemilihan Gubernur dan Wagub serta pemilihan Bupati dan Wabup/ Walikota dan Wakil Walikota yang dilaksanakan scara langsung.

Tugas :
a.         Carilah sejumlah contoh dampak negatif dari globalisasi baik di bidang ekonomi, sosial-budaya maupun politik.
b.         Bagaimanakah penilaian kalian terhadap dampak-dampak negatif tersebut!

























BAB X
PEMILU DAN PILKADA



Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan politik yang kekuasaan pemerintahannya berasal dari rakyat, baik secara langsung (demokrasi langsung) atau melalui perwakilan (demokrasi perwakilan). Istilah ini berasal dari bahasa Yunani δημοκρατία – (dēmokratía) "kekuasaan rakyat", yang dibentuk dari kata δῆμος (dêmos) "rakyat" dan κράτος (Kratos) "kekuasaan" Demokrasi perwakilan adalah sebuah varietas demokrasi yang didirikan di atas dasar prinsip sedikit orang yang dipilih untuk mewakili sekelompok orang yang lebih banyak (sumber id.wikipedia.org)
Dalam negara demokrasi, pemerintahan diselenggarakan dari, oleh, dan untuk rakyat. Segala kekuasaan dan kewenangan pemerintah sesungguhnya berasal dari rakyat. Pemerintah adalah orang-orang yang dipilih oleh rakyat. Oleh karena itu, Pemerintah bertugas menjalankan roda pemerintahan untuk kepentingan rakyat.
Negara kita pun menyelenggarakan pemerintahan dengan sistem yang demikian. Hal itu ditunjukkan dengan adanya pemilihan wakil rakyat. Selain itu, negara kita juga memiliki lembaga-lembaga perwakilan rakyat. Salah satu contoh lembaga perwakilan rakyat adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Para wakil yang duduk di DPR adalah orang-orang yang dipilih oleh rakyat secara langsung melalui Pemilu. Selain itu, rakyat juga memilih Presiden dan wakil Presiden secara langsung.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah lembaga negara yang menyelenggarakan pemilihan umum di Indonesia, yakni meliputi Pemilihan Umum Anggota DPR/DPD/DPRD, Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, serta Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Sebelum Pemilu 2004, KPU dapat terdiri dari anggota-anggota yang merupakan anggota sebuah partai politik, namun setelah dikeluarkannya UU No. 4/2000 pada tahun 2000, maka diharuskan bahwa anggota KPU adalah non-partisan.
Untuk menentukan wakil rakyat, negara kita menyelenggarakan Pemilihan Umum(pemilu) yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Di negara kita ada 2 macam pemilu yaitu Pemilu Legeslatif dan Pemilihan Presiden (pilpres).

1.    Pemilu Legislatif
Pemilu Parlemen diselenggarakan untuk memilih wakil rakyat. Wakil rakyat ini terdiri atas para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi (DPRD Provinsi), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota (DPRD Kabupaten/Kota). Anggota DPR dan DPRD berasal dari partai politik peserta Pemilu.
Sementara itu, anggota DPD berbeda dari anggota DPR atau DPRD. Dewan Perwakilan Daerah (DPD) tidak mewakili partai politik tertentu. DPD merupakan Wakil Daerah (Provinsi) untuk memperjuangkan kepentingan daerah yang diwakilinya.
Dalam sejarah Indonesia, Pemilu Legislatif telah dilaksanakan sebanyak sepuluh kali. Pemilu,Legislatif pertama dilakukan pada tahun 1955. Artinya, sepuluh tahun setelah merdeka, Indonesia baru menyelenggarakan Pemilu. Setelah itu, Pemilu Legislatif tercatat dilaksanakan pada tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, dan 2004, dan 2009.

Pemilu 1955
Pemilu pertama dilangsungkan pada tahun 1955 dan bertujuan untuk memilih anggota anggota DPR dan Konstituante. Pemilu ini seringkali disebut dengan Pemilu 1955, dan dipersiapkan di bawah pemerintahan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo. Namun, Ali Sastroamidjojo mengundurkan diri dan pada saat pemungutan suara, kepala pemerintahan telah dipegang oleh Perdana Menteri Burhanuddin Harahap. Sesuai tujuannya, Pemilu 1955 ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu:
  • Tahap pertama adalah Pemilu untuk memilih anggota DPR. Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 29 September 1955, dan diikuti oleh 29 partai politik dan individu,
  • Tahap kedua adalah Pemilu untuk memilih anggota Konstituante. Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 15 Desember 1955.
Lima besar dalam Pemilu ini adalah Partai Nasional Indonesia, Masyumi, Nahdlatul Ulama, Partai Komunis Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia.

Pemilu 1971
Pemilu berikutnya diselenggarakan pada tahun 1971, tepatnya pada tanggal 3 Juli 1971. Pemilu ini adalah Pemilu pertama setelah orde baru, dan diikuti oleh 9 Partai politik dan 1 organisasi masyarakat.
Lima besar dalam Pemilu ini adalah Golongan Karya, Nahdlatul Ulama, Parmusi, Partai Nasional Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia. Pada tahun 1975, melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar, diadakanlah fusi (penggabungan) partai-partai politik, menjadi hanya dua partai politik (yaitu Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia) dan satu Golongan Karya.

Pemilu 1977-1997
Pemilu-Pemilu berikutnya dilangsungkan pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Pemilu-Pemilu ini diselenggarakan dibawah pemerintahan Presiden Soeharto. Pemilu-Pemilu ini seringkali disebut dengan "Pemilu Orde Baru". Sesuai peraturan Fusi Partai Politik tahun 1975, Pemilu-Pemilu tersebut hanya diikuti dua partai politik dan satu Golongan Karya. Pemilu-Pemilu tersebut kesemuanya dimenangkan oleh Golongan Karya.

Pemilu 1999
Pemilu berikutnya, sekaligus Pemilu pertama setelah runtuhnya orde baru, yaitu Pemilu 1999 dilangsungkan pada tahun 1999 (tepatnya pada tanggal 7 Juni 1999) di bawah pemerintahan Presiden BJ Habibie dan diikuti oleh 48 partai politik. Lima besar Pemilu 1999 adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Amanat Nasional.
Walaupun Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan meraih suara terbanyak (dengan perolehan suara sekitar 35 persen), yang diangkat menjadi presiden bukanlah calon dari partai itu, yaitu Megawati Soekarnoputri, melainkan dari Partai Kebangkitan Bangsa, yaitu Abdurrahman Wahid (Pada saat itu, Megawati hanya menjadi calon presiden). Hal ini dimungkinkan untuk terjadi karena Pemilu 1999 hanya bertujuan untuk memilih anggota MPR, DPR, dan DPRD, sementara pemilihan presiden dan wakilnya dilakukan oleh anggota MPR.

Pemilu 2004
Pada Pemilu 2004, selain memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, rakyat juga dapat memilih anggota DPD, suatu lembaga perwakilan baru yang ditujukan untuk mewakili kepentingan daerah. Pemilihan umum presiden dan wakil presiden (pilpres) pertama kali diadakan dalam Pemilu 2004.
Pemilihan Umum 2004 diselenggarakan secara serentak pada tanggal 5 April 2004 untuk memilih 550 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 128 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2004-2009. Hasil akhir pemilu menunjukan bahwa Golkar mendapat suara terbanyak. Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dua partai terbaru dalam pemilu ini, mendapat 7,45% dan 7,34% suara.


Pemilu 2009
Dari 38 partai politik nasional, hanya 9 partai yang memenuhi ambang batas perolehan suara 2,5 persen. Sementara 29 partai lainnya harus tersingkir. Berikut perolehan 9 partai politik tersebut secara lengkap.
  • Partai Demokrat    21.703.137 suara (20,85%)
  • Partai Golkar         15.037.757 suara (14,45%)
  • PDI P                     14.600.091 suara (14,03%)
  • PKS                        8.206.955 suara (7,88%)
  • PAN                       6.254.580 suara (6,01%)
  • PPP                        5.533.214 suara (5,32%)
  • PKB                       5.146.122 suara (4,94%)
  • Gerindra                4.646.406 suara (4,46%)
  • Hanura                  3.922.870 suara (3,77 %)

2.    Pemilihan Presiden
Pemilu 2004 merupakan pemilu pertama di mana para peserta dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden pilihan mereka. Pada Pilpres 2004, ada lima pasangan calon presiden dan calon wakil. Berikut adalah kelima pasangan calon tersebut.
1.    Wiranto-Sholahudin Wahid
2.    Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi
3.    Amien Rais-Siswono Yudohusodo
4.    Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla
5.    Hamzah Haz-Agum Gumelar
Pemenang Pilpres 2004 adalah Susilo Bambang Yudhoyono. Pilpres ini dilangsungkan dalam dua putaran, karena tidak ada pasangan calon yang berhasil mendapatkan suara lebih dari 50%. Putaran kedua digunakan untuk memilih presiden yang diwarnai persaingan antara Yudhoyono dan Megawati yang akhirnya dimenangi oleh pasangan Yudhoyono-Jusuf Kalla.
Pilpres 2009 diselenggarakan pada 8 Juli 2009. Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono berhasil menjadi pemenang dalam satu putaran langsung dengan memperoleh suara 60,80%, mengalahkan pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto dan Muhammad Jusuf Kalla-Wiranto. Hasil Pilpres 2009 adalah sebagai berikut.
1.    Megawati-Prabowo32.548.105(26,79%)
2.    SBY-Boediono73.874.562(60,80%)
3.    JK-Wiranto15.081.814(12,41%)

3.    Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)
Sebelum tahun 2005, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pilkada. Pilkada pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni 2005.
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, pilkada dimasukkan dalam rezim pemilu, sehingga secara resmi bernama Pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pemilukada. Pemilihan kepala daerah pertama yang diselenggarakan berdasarkan undang-undang ini adalah Pilkada DKI Jakarta 2007.
Pada tahun 2011, terbit undang-undang baru mengenai penyelenggara pemilihan umum yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011. Di dalam undang-undang ini, istilah yang digunakan adalah Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota..
 Pemilu di Indonesia dilaksanakan atas asas Luber dan jurdi yaitu, Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil. Sejak Indonesia Merdeka mangadakan Pemilu pertama kali pada tahun 1955 ( Orde Lama ) multi partai, diikuti oleh banyak partai, partai yang mendapat suara terbanyak dianataranya adalah ; PNI, Masyumi, PKI. Setelah itu baru mengadakan pemilu lagi pada tahun 1971 samapi tahun 1997 (Orde baru). Pemilu dilaksanakan 5 tahun sekali. Pada masa Orde Baru partai yang ikut pemilu hanya 3 partai yaitu ; PPP, Gokar, dan PDI. Sejak tahun 1999 pemilu di Indonesia kembali multi partai (Masa Reformasi)diantaranya partai PDI P, PPP, Golkar, Partai Bulan Bintang, PAN, PKS, dan lain-lainya. Pada Pemilu tahun 2004 sebagai partai baru yaitu partai Demikrat menjadi partai yang berhasi mengusung Prsedin Indonesia yaitu Bpk Susilo Bambang Yodhoyono (SBY).

Asas pemilu Indonesia Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, jujur, dan Adil yang berarti:
1.        Langsung artinya setiap pemilih memberikan suaranya langsung tanpa perantara.
2.        Umum artinya semua warga negara Indonesia yang memenuhi syarat berhak untuk ikut pemilihan itu.
3.        Bebas artinya tidak ada paksaan dari pihak manapun dalam menggunakan haknya.
4.        Rahasia artinya setiap pemilih tidak akan diketahui tentang pilihannya.
5.        Jujur artinya semua pihak yang terlibat dalam proses pemilu harus bertindak jujur sesuai dengan perundang-undangan.
6.        Adil artinya semua pihak yang terlibat dalam proses pemilu akan mendapat perlakuan yang sama dan terbebas dari tindakan curang dari pihak manapun.

Pemilu di Indonesia ada beberapa macam, yaitu: Pemilu Legeslatif, Pemilu Presiden, Pemilihan Kepada daerah atau Pilkada.
1.      Pemilu Legislatif:Pemilu parlemen diselenggarakan untuk memilih wakil rakyat. Wakil rakyat ini terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Daerah Provinsi (DPRD Provinsi), dan Dewan Perwakilan Daerah Kabupaten / Kota. Anggota DPR, DPRD berasal dari partai politik peserta pemilu, sedang anggota DPD merupakan wakil daerah provinsi untuk memperjuangkan kepentingan daerah yang diwakilinya.
2.      Pemilu Presiden:Pemilu Presiden (Pilpres) untuk memilih presiden dan wakil presiden secara langsung. Sebelum pemilu 2004 presiden dan wakil presiden dipilih oleh Majlis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Sejak pemiliu 2004 presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Presiden dan wakil presiden satu paket dan diusung oleh partai politik yang memiliki suara di DPR lebih dari 5% jika tidak ada yang memenuhi 5% boleh mengadakan kualisi dengan partai lain sehingga mencapai 5%. 3.
Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada Pilkada dilaksanakan untuk memilih Gubernur, Waki Kota, atau Bupati. Gubernur dan wakil Gubernur juga satu Paket, Bupati dan Wakil bupati juga Satu paket, wali kota dan wakil wali kota juga satu paket. Untuk pilkada bisa mencalonkan lewat partai politik atau jalur perorangan (Independen). Pemilih gubernur, bupati atau wali kota dipilih oleh masyarakat warga daerah tersebut. B. Penyelenggara Pemilu di Indonesia Pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Penyelenggara pemilu diatur dalam UU No. 22 tahun 2007.
Penyelenggara pemilu adalah KPU (Komisi Pemilihan Umum)yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Keanggotaan KPU terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, dibantu wakil ketua merangkap anggota, dan para anggota.

Penyelenggaraan Pemilu meliputi beberapa tahap, yaitu :
1.      Pendaftaran Pemilih Pendaftaran pemilih dilaksanakan oleh petugas pendaftar pmilih dengan cara mendatangi kediaman pemilih atau dapat pula dilakukan secara aktif oleh pmilih.
2.      Pendaftaran Peserta Pemilu Peserta pemilu dapat berasal dari perseorangan untuk anggota DPD dan peserta dari partai politik untuk anggota DPR dan DPRD.
3.      Penetapan Peserta Pemilu Penetapan nomer urut partai politik peserta pemilu dilakukan melalui undian oleh KPU dan dihadiri oleh seluruh partai politik peserta pemilu.
4.      Penetapan Jumlah Kursi Jumlah kursi dalam DPR, DPD, dan DPRD yang diperebutkan dalam pemilu diberlakukan dengan ketentuan sebagai berikut.
a.       Jumlah kursi DPR ditetapkan sebanyak 560 orang
b.      Jumlah anggota DPD setiap Provinsi sebanyak 4 orang
c.       Jumlah kursi anggota DPRD Provinsi ditetapkan sekurang-kurangnya 35 dan sebanyak-banyaknya 100 kursi
d.      Jumlah kursi DPRD Kabupaten/ Kotamadya ditetapkan sekurang-kurangnya 20 dan sebanyak-banyaknya 50 kursi
5.      Kampanye Kampanye pemilu adalah kegiatan peserta pemilu dan atau calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota untuk menyakinkan para pemilih dengan menawarkan program-programnya atau visi dan misinya.
6.      Pemungutan Suara Pemungutan suara pemilu DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota diselenggarakan secara serentak. Pemberian suara un tuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota dilakukan dengan menandai salah satu tanda gambar partai politik peserta pemilu atau satu calon di bawah tanda gambar partai politik peserta pemilu dalam surat suara. Pembwrian suara untuk memilih anggota DPD dilakukan dengan memilih satu calon anggota DPD dalam surat suara.
7.      Perhitungan Suara Penghitungan suara di TPS yaitu Tempat Pemungutan Suara/ TPSLN yaitu Temapat Pemungutan Suara Luar Negeri dilakukan oleh KPPS yaitu Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara/ KPPSLN yaitu Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri setelah pemungutan suara berakhir.

Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah ( Pilkada ) Sejak berlakunya UU No 22 tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, pilkada dimasukan sebagai bagian dari pemilu, sehingga secara resmi bernama Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Pemilihan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah diatur dalam Peraturan Pemerintah No 6 Tahun 2005. Kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk provinsi adalah Gubernur dan Wakil Gubernur.
Adapun kepala daerah untuk kabupaten adalah Bupati dan Wakil Bupati, sedangkan untuk kepala daerak untuk wilayah kota madya adalah Wali kota dan Wakil wali kota. Pemilihan pasangan kepala daerah dan wakil kepala daerah diselenggarakan oleh KPUD (Komisi Pemilihan Umum Daerah).
Kegiatan yang dilaksanakan dalam Pilkada hampir sama dengan Pemilu. Perbedaannya hanya terletak pada tingkatannya saja. Berikut beberapa kegiatan dalam penyelenggaraan pilkada
1. Pembentukan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS)
2. Pendaftaran dan penetapan pemilih
3. Pendaftaran dan penetapan pasangan calon
4. Kampanye
5. Pelaksanaan pemilihan dan perhitungan suara.

Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu)
Panitia Pengawas Pemilu adalah suatau badan yang bertugas untuk mengawasi jalannya pelaksanaan Pemilu maupun pilkada agar berjalan sesuai peraturan. Panwaslu bertugas, mencatat, mengawasi jika terjadi pelanggaran-pelanggaran selama pelaksanaan peilu atau pilkada.

Jadwal Pemilu

Jadwal pemilu adalah rincian waktu pelaksanaan tahapan pemilu. Jadwal pemilu mengatur kapan masing-masing tahapan itu dilakukan. Batas akhir suatu tahapan pemilu menjadi titik paling krusial, karena waktu itu menandai selesainya suatu proses pemilu, untuk menuju proses pemilu berikutnya. Proses pemilu berjalan dalam tahapan pemilu yang bergerak linier, sehingga kalau jadwal pemilu dilanggar akan mengacaukan proses dan tahapan pemilu berikutnya.
Tahapan Pemilu Legislatif meliputi pendaftaran pemilih, pendaftaran partai politik peserta pemilu, penetapan daerah pemilihan, pecalonan, kampanye, pemungutan suara, penghitungan suara, penetapan hasil, penetapan perolehan kursi, penetapan calon terpilih, dan pelantikan calon terpilih. Sedang tahapan pemilu eksekutif meliputi pendaftaran pemilih, pendaftaran pasangan calon, kampanye, pemungutan suara, penghitungan suara, penetapan hasil pemilu, penetapan calon terpilih, dan pelantikan calon terpilih.

 

Intimidasi Pemilih

 

Hukum Pemilu

 

Gakumdu Pemilu

Electronic Voting atau E-Voting

Electronic voting atau e-voting adalah proses pemungutan suara dan penghitungan suara yang menggunakan perangkat elektronik atau teknologi informasi. Tujuan penggunaan e-voting tidak saja untuk mempercepat proses pemungutan dan penghitungan suara, tetapi yang lebih penitng adalah untuk menjaga otentisitas atau keaslian suara pemilih, sekaligus menjaga akurasi penghitungan suara.
Penerapan e-voting dalam pemilu membutuhkan proses panjang, mulai dari uji coba berkali-kali perangkat teknologi yang digunakan, menumbuhkan kepercayaan pemilih, menunggu persetujuan partai politik dan calon, sampai dengan pengesahan undang-undang. Dalam praktek penerapan e-voting biasanya dimulai dari penghitungan suara atau e-counting, baru setelah sukses dilanjutkan dengan pemungutan suara atau e-voting.

 

Formula Pemilu

Formula pemilu atau formula penghitungan kursi adalah metode menghitung perolehan kursi partai politik atau calon. Dalam sistem pemilu mayoritarian, formula penghitungan kursi lebih sederhana jika dibandingkan dengan sistem pemilu proporsional.
Dalam sistem pemilu mayoritarian, kursi yang tersedia di setiap daerah pemilihan adalah tunggal atau 1, sehingga perebutan kursi lebih merupakan persaingan antarcalon. Dalam sistem ini dikenal dua jenis metode penghitungan kursi: pluralitas dan mayoritas.
Pertama, dalam metode pluralitas calon yang meraih suara terbanyak secara langsung ditetapkan sebagai peraih kursi. Di sini A mendapatkan kursi karena rumus A>B>C>D>E.
Kedua, dalam metode mayoritas, calon yang meraih 50% lebih suara berhak mendapatkan kursi, sehingga berlaku rumus A>B+C+D+E. Apabila tidak ada calon yang meraih suara 50% lebih, maka dilakukan pemungutan suara putaran kedua, yang diikuti oleh peraih suara terbanyak pertama dan peraih suara terbanyak kedua.
Sementara itu, dalam sistem pemilu proporsional yang menyediakan kursi jamak, 2 atau lebih pada setiap daerah pemilihan, perebutan kursi lebih merupakan persaingan antarpartai politik. Prinsip pokok sistem pemilu proporsional adalah menghitung perolehan kursi secara proporsional sesuai dengan perolehan suara.
Dalam merealisasi prinsip tersebut, dikenal dua metode penghitungan kursi, yaitu metode kuota dan metode divisor. Masing-masing metode memiliki dua varian pokok, sehingga terdapat empat metode penghitungan kursi: kuota murni, kuota Drop, divisor d'Hont dan divisor Webster.
Pertama, metode kuota, atau metode kuota murni, atau metode kuota Hamilton/Hare/Niemayer, atau disebut juga metode kuota-LR (largest remainders), atau sisa terbanyak.
Metode ini memiliki dua tahap. Tahap pertama, membagi perolehan suara masing-masing partai dengan kuota suara 1 kursi (di mana kuota suara 1 kursi adalah hasil bagi total suara dengan jumlah kursi yang tersedia, atau q = V/S; atau dalam bahasa undang-undang disebut bilangan pembagi pemilih). Pada tahap ini, partai politik yang mendapat bilangan utuh berarti mendapat kursi sebanyak bilangan utuh tersebut. Tahap kedua, membagi sisa kursi berdasarkan bilangan pecahan terbanyak (atau, dalam bahasa undang-undang disebut sisa suara terbanyak).
Kedua, metode kuota Drop. Metode ini merupakan respon atas kritik, bahwa metode kuota murni cenderung merugikan partai politik peraih suara besar dan menguntungkan partai politik peraih suara menengah pada masing-masing daerah pemilihan. Ilustrasinya ini seperti ini: jika kuota suara satu kursi sama dengan 1.000, partai yang memiliki 1.500 suara, sama-sama mendapatkan 1 kursi dengan partai politik yang memiliki 600 suara.
Oleh karena itu agar partai peraih suara besar tidak dirugikan maka penentuan kuota suara 1 kursi, bukan lagi total suara dibagi jumlah kursi, melainkan total suara dibagi dengan jumlah kursi +1 atau dalam bentuk rumus menjadi q = S/V+1. Selanjutnya cara menghitungnya sama dengan metode kuota murni, yaitu tahap pertama menentukan partai politik yang mendapatkan kursi utuh, dan tahap kedua menentukan partai politik yang mendaptkan sisa kursi yang belum terbagi.
Ketiga, metode divisor d'Hondt/Jefferson sesungguhnya merupakan respons lain atas metode kuota murni, yang dianggap merugikan partai politik peraih suara besar di setiap daerah pemilihan.
Cara menghitung perolehan kursi ke partai politik metode ini adalah membagi perolehan suara setiap partai politik dengan bilangan pembagi 1, 2, 3, 4, dst. Selanjutnya hasil pembagian suara setiap partai politik itu dirangking, dan angka tertinggi secara berturut-turut mendapatkan kursi pertama, kursi kedua, kursi ketiga dst, sesuai dengan jumlah kursi yang tersedia.
Keempat, metode divisor St Lague/Webster. Metode ini merupakan kritik terhadap metode kuota Drop dan divisor d'Hondt/Jeferson, yang terlalu menguntungkan partai politik peraiah suara besar, dan merugikan partai politik peraih suara menengah dan kecil. Kedua metode itu sering menyalahi prinsip proporsionalitas matematika ini: partai politik yang memiliki kuota 0,4 sampai dengan 1,4 hanya mendapatkan 1 kursi; atau, pertai yang memiliki kuota 0,4 seharusnya tidak dapat kursi; partai politik yang memilki kuota 1,4 seharusnya tidak mendapatkan lebih dari 1 kursi.
Metode ini tetap menggunakan bilangan pembagi, hanya tidak 1, 2, 3, 4, dst melainkan 1, 3, 5, 7 dst atau bilangan ganjil. Adapun cara menghitungnya tetap sama dengan metode divisor d'Hondt, yaitu membagi perolehan suara setiap partai politik dengan bilangan pembagi 1, 3, 5, 7, dst. Hasilnya baginya dirangking, dan angka tertinggi secara berturut-turut mendapatkan kursi pertama, kursi kedua, kursi ketiga dst, sesuai dengan jumlah kursi yang tersedia.
Dari empat metode penghitungan perolehan kursi partai politik tersebut, baik secara matematika maupun berdasarkan pengalaman pemilu banyak negara, metode divisor St Lague/Webster adalah metode yang paling adil, paling fair. Metode ini tidak menguntungkan partai peraiah suara menengah kecil, juga tidak menguntungkan partai peraih suara besar.







DAFTAR PUSTAKA


A.Kosasih Djahiri. (1992). Pola Pelaksanaan Pengajaran Pendidikan Pancasila.Bandung: PMPKN FPIPS IKIP Bandung.
Abdul Azs Wahab (1996/1997), Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan,Jakarta, Ditjen Depdikbud
Departemen Pendidikan Nasional. (2007). Panduan Penilaian Kelompok MataPelajaran Kewarganegaraan dan Kepribadian.
Saprya dan Winataputra. (2003). Pendidikan Kewarganegaraan: Model Pengembangan Materi dan Pembelajaran. Bandung: LaboratoriumPKn UPI.
Winataputra, Udin S. dan Sapriya. (2003). Pengorganisasian Kurikulum Pendidikan          Kewarganegaraan dan IPS di Sekolah Dasar.
Wahab, Aziz dan Udin. 2005. Pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan (PPKn). Penerbit: Universitas Terbuka                        


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KOMISIONER KPU KARO TERPILIH PERIODE 2018-2023

https://www.hetanews.com/article/141331/ini-nama-nama-komisioner-kpu-kabupaten-karo-terpilih-yang-diumumkan-kpu-ri-tertanggal-24-oktober-201...